Penginapan asri di Bandung berkonsep kembali ke alam, cocok untuk keluarga besar.
First thing first mau terima kasih dulu sama Bila Bila Nabila, atas ketertarikannya pada satu penginapan di Bandung yang saya ceritain di IGS, trus nanya: ada di blog ga? Jadi ada pemicu semangat nulis wkwkw.
Ceritanya, rangkaian staycation beberapa bulan lalu diawali dari Kapten yang berburu promo diskon di Traveloka. Alhamdulillah dapat beberapa penginapan yang unik dan menarik, sekalian untuk bahan investasi konten.
Salah satunya yang mau saya ceritain di sini: SAPU LIDI SAWAH RESORT AND RESTO
Lokasinya ada di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Kalau dari Kota Bandung (saya ambil titik Balai Kota Bandung) jarak tempuh sekitar 30-40 menit, dari UPI 20 menitan, dari Observatorium Bosscha cuma 15 menit. Deketlah sama Lembang, tapi lumayan jauh dari jalan raya utama sekitar 20 menit. Meski begitu, menuju ke sana aman kok aspalnya.
Awalnya bakal ngelewatin area yang sepanjang jalannya jualan tanaman dan bebungaan. Kayak jalan Bukit Berbunga di Batu tuh. Terus belok kanan masuk ke perumahan besar, mentok sampai nemu puteran kecil yang ada plang gede: SAPU LIDI. InsyaAllaah ga bakal nyasar, atau tanya satpam juga pasti ditunjukin.
Udah mulai tuh makin rimbun pohon menyambut kedatangan. Di pos jaga pertama, bakal ditanyain: mau ke resto atau resort?
Foto atas: Pintu masuk galeri, nyambung ke resto. Foto bawah: Area dalam galeri.
Karena restonya ada di bagian depan, parkirnya ga jauh-jauh dari pos pertama. Sebab kami mau ke resort, diarahin untuk melanjutkan perjalanan masuuuukkk lagi. Dah kerasa banget relaks nya sampai di parkiran resort. Beres atur barang, Kapten check in sementara saya dan Saliha mainan batu di pelataran parkir. Area parkinya luassssss. Bisa muat mobil dan motor banyakk.
Habis ngumpulin batu, saya dan Saliha nimbrung Kapten masuk ke pondok tempat resepsionis. Bangunan pondoknya seruangan doang, dengan aksen furnitur klasik vintage gitu. Ada rak buku besar di salah satu pojokan yang berisi berbagai jenis buku. Fiksi, non-fiksi, Bahasa Indonesia, terjemahan, novel, ensiklopedia, dan lain-lain.
Begitu urusan check in selesai, kami dipandu seorang staff menuju kamar. Sekitar tiga menit kemudian, kami sampai. Saya agak kaget juga sih, mikirnya bakal di bangunan kayak hotel, ternyata satu pondokan terpisah sendiri yang bentuk luarnya bener-bener rumah.
Oiya, sepanjang jalan dari parkiran ke pondok kami, ngelewatin jalan tanah gitu. Kanan kiri ada pagar ranting kayu, tetamanan, pepohonan, ada danau juga.....pokoknya terasa seperti di desa manaaa gitu.
Foto atas: Tampak depan pondok yang kami tempati. Foto bawah dari kiri ke kanan: Kursi meja di teras, wifi, plang nama pondok kami "Kembang Desa."
Pondok kami juga (tentunya) di kelilingi tanaman, ada teras dan kursi meja kayu. Begitu masuk.....waaaaaah, mirip banget sama rumah jadoel pol! Lantai, pintu, dinding, furnitur, dari kayu semua. Kasur lesehan di bawah, ada kelambunya. Dahlah kayak di rumah nenek sebelum direnovasi.
Foto atas dari kiri ke kanan: Dinding sisi kanan dan kiri ruangan berupa jendela besar dengan gorden, ada nakas besar dan kecil. Foto bawah kiri ke kanan: Pemandangan luar depan pondok dari dalam, springbed melantai dan kelambu.
Meski mengusung konsep tradisional, estetika pemilihan warna di pondokan ini bikin mata nyaman. Putih, kuning, cokelat, menyatu bagus di penglihatan dengan pendar lampu broken white cenderung kuning. Terdapat dua nakas kayu; nakas pendek yang atasnya ada tea maker, cangkir, teh, kopi, gula, dan air mineral, satu nakas besar untuk simpan baju.
Meski (lagi) ala jadul, saluran TV nya internasional dong. Ya emang ga semua saluran bisa diakses, tapi sangat cukup untuk menghibur kami. Wifi ada, tapi ga terlalu kenceng cenderung ilang-ilangan. Kalo yang kerjanya sama internet, bakal susah sih. Sebab saya mau nikmatin kasur, ga terlalu masalah.
Go to the bathroom! Ini salah satu area yang penting dalam penilaian sih. Dan......vibes jadul juga. Sink nya dari seng yang diukir dengan meja granit, cermin bingkai kayu, ada shower, sabun mandi, WC duduk, dan gantungan baju.
Room and bathroom tour lebih lengkap ada videonya di reels instagram saya, bisa lihat kesitu, kalo mau wkw.
Foto atas kiri ke kanan: Radio jadul (ntah masih berfungsi atau ga), TV yang belakangnya ada cermin besar dengan frame kayu ukir. Foto bawah kiri ke kanan: Tersedia tea maker, cangkir, air mineral, gula, teh kopi. Ada sandal hoel dan tempat sampah juga.
Uniknya, ruangan kamar mandi berbentuk hampir lingkaran sempurna. Bagian wastafel dan shower dipisah gorden, lalu masuk ke WC ada pintunya sendiri. Bagian plafon ada laser cutting yang membentuk pola jadul juga. Bermanfaat untuk menghemat energi, sebab cahaya matahari bisa masuk. Lantainya dari bebatuan kecil yang ditata sedemikian rupa. Ga licin!
Sekitar menjelang maghrib kami motoran ke luar resort cari makan sekaligus cari masjid. Malem dingin berangin, we were craving for warm food. Akhirnya aku pilih bakso, wuhuuuu! Bakso teh buat saya udah jadi staple food, tapi di Bandung belum nemu bakso gerobakan yang enak. Kalo mau cari yang enak, ada di resto kaya gini:
Quite pricey tapi rasanya enaakkk! Mereka punya pentol, siomay, tahu, bakso udang goreng, gorengan, dan beberapa menu nasi. Nyoba-nyoba dulu, beli semangkok berdua. Ketagihan. Besoknya kami mampir lagi hehehe.
Setelah beberapa saat dan sekalian salat isya, kami balik ke Sapu Lidi. Langit sudah benar-benar gelap. Penerangan resort cukup untuk kami mengidentifikasi sekitar, ga yang sampe terang benderang sih. Pun ada beberapa titik yang instalasi lampunya estetik, seperti lorong yang terbuat dari ranting kayu ini.
Sampai di dalam pondok, kami istirahat sambil menikmati kudapan dan nonton TV. Setelahnya, saya memutuskan ikut Kapten berkeliling resort untuk ambil footages. Selain ga mau ditinggal berdua doang di pondok, penasaran juga gimaa suasana malam secara keseluruhan di sini.
Bener-bener kaya sebuah desa gitu, yang jam 8 malam udah sepiiiiiiiiiiiiiiiiiii. Mungkin weekdays juga kali ya, saya perhatikan banyak pondok yang kosong. Agak serem soalnya lampu terasnya ga dinyalain. Selain jejeran pondokan, kami juga mengitari danau terluas yang ada di Sapu Lidi. Ada sampan dan dayung bersandar, wah berarti bisa nih besok main sampan!
Foto atas: Tampak depan pondok saat malam hari. The rest photos: Suasana malam di beberapa sudut resort, bagian bawah itu foto sampan di danau.
Sampailah kembali di pondok kami, bersiap untuk istirahat. Ohya, tiap pondok dikasih nama khas Sunda. Pondok kami, Kembang Desa. Beres bersih-bersih, saatnya bobo! Kasurnya nyaman alhamdulillah, ga terlalu empuk maupun keras, surprisingly bantalnya juga oke. Meski ga ada AC atau kipas, suhu alami yang sejuk bikin kami nyaman tidur di balik selimut tebal yang hangat.


Keesokan subuh, setelah Kapten pulang dari masjid, kami motoran ke luar resort sambil cari sarapan. Waw, lumayan dingin banget. FYI resort ini deket banget dari rumah kami, paling cuma 15 menitan. Bingung mau sarapan apa, ending nya balik ke rumah dan masak apa yang ada, kemudian dibawa ke resort.
Foto kiri atas: Di perjalanan pagi, nemu jualan lemang, beli pengen nyobain, ternyata makanan khas Padang kata penjual. Mirip lemper ketan tapi serundengnya dicolek, ada bumbu rendangnya juga. Foto kiri bawah: Petugas yang lagi ngebersihin danau pakai 'sapu' khusus. Foto kanan: Sarapan yang kami bawa dari rumah wkwkw.
Kami numpang gelar piknik kecil di salah satu pondok pinggir danau yang ga ada tamunya. Membahagiakan dan relaksing sekali suasana pagi di sini. Jauh dari jalan raya, ga ada terdengar deru kendaraan. Adanya saut-saut kicauan burung. MaasyaaAllaah. Selesai makan, kami bersihkan meja dan kursi seperti sedia kala.
Sambil menunggu Kapten bawa peralatan makan ke pondok kami, saya memperhatikan petugas yang sedang membersihkan danau. Dengan menggunakan sampan, beliau mendayung perlahan mengarahkan semacam serok kayu lebar di atas danau. Menggiring dedaunan kering ke satu area danau.
Nunggu gantian main sampan, kami memutuskan keliling resort dulu. Cukup berbeda ya dengan suasana malam yang agak suram, pagi di sini menyenangkan sekali! Kali ini ga cuma sekitar resort, kami melipir juga ke bagian depan: resto dan galeri.
Saung resto yang tersebar di area sawah. Ada juga yang kayak di halaman luas, di pinggir sungai kecil. Tinggal milih deh nyamannya di mana.
Konsep Sapu Lidi resto masih sama dengan resortnya: back to nature and blend with nature. Jadi tuh pengunjung bakal menikmati makanan di gubuk-gubuk kayu yang menyebar di antara sawah, sungai, dan taman dalam lingkungan resto. Iyaaa ada sawahnya! Sawah beneran. Alhamdulillah pas ke sana sawahnya sedang hijau lebat. Asri banget! Menu resto cocoklah sama ambience nya, makanan Indonesia macem ikan bakar, ayam goreng sambel, dan lain sebagainya.
Menu resto, silakan dipilih. Tersebar tempat cuci tangan.
Lanjut ke arah galeri, yang menjual makanan ringan dan barang-barang kerajinan tangan. Ada sandal, mainan tradisional, jilbab, aksesoris, dompet, wah banyak deh. Bagusnya, ga sekadar majang barang jualan, tapi juga didekor dengan apik. Ada motor jadul, sepeda jadul, baju khas sunda, bale, dan lain lain lain.
Area dalam galeri bersama isinya.
Ohya, kami tuh nyari masjid di luar karena ga nemu ada masjid di dalam kompleks resortnya. Nah baru deh waktu jalan-jalan pagi, nemu musala kecil deket saung sawah resto. Ceritanya, masjid yang lebih gede lagi dibongkar gitu. Sayang kami ga sempat nyobain salat di saung itu.
Foto atas kiri ke kanan: Masjid yang lagi dibongkar, musala sementara. Foto bawah kiri ke kanan: Saung yang deket danau teratai, sayang waktu itu teratai sedang ga mekar.
Sekitar jam setengah sepuluh, barulah kami menuju danau untuk dayung sampan! Udah nanya dan mastiin ke petugas, bahwa pengunjung emang boleh menggunakan sampan tersebut. Btw tapi risiko ditanggung sendiri ya, sebab ga ada petugas yang jagain pun safety jacket. Jadi yaaa hati-hati aja.
Air danau yang keruh, bikin saya gabisa mastiin ini sedalam apa. Aslinya agak khawatir, tapi lebih besar excited nya. Sekalian ngasih pengalaman ke Saliha rasanya naik perahu.
Dayung perlahan, kami mulai mengelilingi danau. Dari sini kami bisa melewati beberapa pondokan yang tipe view danau. Ada beberapa yang mepet ke danau tuh balkonnya aja, ada yang bener-bener kamarnya itu ngadep ke danau dengan dinding kaca. Jadi pas buka tirai, langsung danau pas. Yang ini mah tipe pondok besar untuk keluarga besar banget, sebab pas diintip ada 2 kamar tidur.
Foto atas: Pondok view danau, tapi dari balkonnya. Foto bawah kiri: Belakang saya, pondok besar isi 2 kamar yang bener-bener buka gorden langsung danau.
Lanjut mendayung, tiba-tiba Kapten bilang ada ular. Sumpil badan saya langsung kaku ga berani nengok kemana-mana, Doa kenceng dalam hati. Gimana kalo ularnya mendekat? Ularnya segede apa ya Allah? Beracun ga yaa? Ya Allah gimana Saliha? Bahkan saya ga berani nanya apa-apa ke Kapten, diem aja udah.
Emang wkatu itu sampannya lagi ngiterin semacam pulau kecil di tengah danau yang lebat tetumbuhan dan pohon besar. Pun di sisi sebrang daratannya, juga rimbun sama tumbuhan tinggi. Pas udah kelewat, Kapten baru nunjukin posisi ularnya. Kecil sih, tapi tetep aja kaaann.
Udah seputeran, kami muter lagi sekali lalu udahan. Berasa resort pribadi deh, sebab ga liat ada pengunjung lain di sekitaran danau.
Balik ke pondok, bersih diri dan istirahat sampai waktu check out. Jam 12 tepat kami ke luar pondok menuju pondok resepsionis, mengembalikan kunci. Check out.
Overall, such an experience nginep di sini. Mulai dari desain interior pondok, lingkungan resort, sangat-sangat cocok untuk yang mau healing. Paling tepat bawa keluarga besar kataku mah, apalagi yang ada anak kecilnya banyak. Pasti bakal seneng lari-larian di sini. Karena mostly outdoor area, insyaaAllah ga terlalu ganggu pengunjung lain. Jarak antar pondok juga jauh-jauhan.
Saya cek di Traveloka, rata-rata harga pondoknya sejutaan. Kemarin dapat promo diskon cuma 200k an aja dapetnya.
Terima kasih sudah membaca sampai sini, sampai jumpa di tulisan selanjutnya hehe. Wassalamu'alaikum!
Pas ke Bandung bulan lalu, lewat di jalan yang mengarah ke Sapu Lidi ini. Tadinya mau mampir, tapi gak jadi karena anak-anak lebih memilih Kampung Daun. Lihat foto dan baca ceritanya di blog ini, sip, fix, jadi tambah pengen mampir. Nanti lah kalau ke Bandung lagi
ReplyDeleteKalau kata saya, Sapu Lidi ini lebih laid back, tradisional, dan alami bu. Macem desa natural gitu. Sama-sama ada danaunya juga :D
DeleteSiap bu, terima kasih! Semoga sehat dan bahagia selalu ^_^
Mbaaaa, aku tuh udh tau lama soal resort sapu lidi ini, tapi masih ragu Krn kalo baca review banyak yg nulis negatifnya Mulu. Makanya aku seneng pas baca review jujur dari blogger gini. Lebih komplit
ReplyDeleteTapi sbnrnya banyak nyamuk ga sih mba? Secara ada danau dan banyak tumbuhan.
Baca yg ttg ular dalam air, duuuh aku jadi inget pas ke Curug Cikaso, pas naik perahu menuju ke Curug, ada ular gedeeee 🤣. Aku udah lemes aja kalo dia sampe naik ke perahu secara langsung inget film anaconda wkwkwkwkw.
Jadi kepengin juga stay di sapu lidi. Suka Krn tempatnya sejuk dan kayu2an.
Halooo kak Fanny, salam kenal yaaa hehe.
DeleteNegatifnya kenapa yah? Gatauu sih, saya nulis berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri. Mungkiiin karena ga ada ekspektasi apa-apa sebelumnya (suamiyang booking hehe). Jadi saya gatau ada apa aja di sana.....eh ternyata ya menyenangkan dan asyik-asyik aja.
Kalau di dalam kamar sih engga yah, atau mgkn jg krn kamar saya ga deket danau.
Wkwkwkw parah sih emang sampe diam ga berkutik. Tp pernah baca, sifat alamiah ular mah kalo ada manusia dia menjauh.
Saya mah rekomendasi bareng keluarga besar, tempatnya luasss soalnya.