
Pada zaman dahulu kala, saya anti dengan berbagai hal yang oleh masyarakat dilabeli 'kewanitaan'. Dari mulai gaya berbicara, mainan, aktivitas sehari-hari, gaya berpakaian, cara berpikir, dan lain sebagainya. Gara-garanya umik benar-benar ketat soal batasan waktu ketika saya sedang berada di masa candu bermain di luar bersama teman. Yang menjadi persoalan adalah, alasannya. Jawabannya, "karena kamu perempuan."
Ih sebel banget!
Sampai-sampai saya nulis di cermin kamar(pake hangeul biar umik ga bisa bacanya);
KENAPA AKU LAHIR JADI PEREMPUAN?!
KENAPA AKU LAHIR JADI PEREMPUAN?!
Eh terus pernah suatu hari murid-murid SMA umik silaturahim ke rumah. Nah ada salah satu mbak-mbak (saat itu saya SMP) numpang salat di kamar saya dan bisa baca hangeul dong. Beliau ketawa kemudian bilang ke umik, umik juga ikut ketawa hmmm ketahuan deh.
Pokoknya saya ga terima banget-banget dan selalu mempertanyakan kenapa sih aku harus jadi perempuan?!!?! Banyak banget gak bolehnya, enakan jadi laki-laki, bebas main kemana-mana ga pake waktu-waktuan. Saat itu saya belum terlalu mengerti esensi-substansi kalimat "karena kamu perempuan", jadinya saya menutup mata mengenai perbedaan serta keistimewaan antara lelaki dan perempuan. Mentah-mentah menyimpulkan; jadi perempuan itu tidak bebas, ga enak!
Termasuk kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga seperti memasak dan menjahit. Saya bukannya anti ga mau masak dan belajar jahit, tapi memandang sebelah memasak+menjahit sebelah mata karena itu pekerjaan perempuan!
Kemudian tahun demi tahun berlalu, saya masuk kuliah dan tinggal di asrama setahun. Keluar asrama saya tinggal di kontrakan bersama kakak-kakak tingkat dan adik-adik tingkat dari berbagai jurusan, tiga tahun sampai lulus. Enam hari dalam seminggu dibagi rata, setiap penghuni mendapat jadwal memasak, bertanggung jawab atas kenyangnya perut seluruh penghuni dua kali sehari.

Kiri: es krim yang terbuat dari susu, maizena, kental manis, dan sp. Sangat lembut dan menyegarkan, buatnya gampang sekali! Selanjutnya saya mau coba buat es krim buah naga.
Kanan: brownies bantet tapi enaaak sekali karena pakai dark choco powder sehingga ada pait-paitnya. Pertama kali coba dan langsung suka!
Masa itulah saya dapat kesempatan menyelami dapur lebih dalam dan belanja sendiri ke pasar. Bagaikan diberi kuasa penuh untuk memilih dan meramu berbagai bahan untuk disulap menjadi sesuatu yang bisa dimakan. Saya mulai eksplorasi bahan mentah dan mpon-mpon (bumbu-bumbu dapur seperti serai, daun jeruk, daun salam, lengkuas, kunyit, dan lain sebagainya), menggabungkan teknik dan pengetahuan memasak dari umik dan mbak-mbak di kontrakan. Pertama kalinya ngulek bumbu di cobek yang bulat sampai lembut, terkesima! Karena di rumah pakainya yang ditumbuk, bukan diulek.
Hingga lambat laun seakan saya bisa mengenali diri dan potensi diri lebih dalam, juga peraturan saat masak. Pertama, satu kontrakan tahu bahwa saya tidak suka diganggu ditemani saat masak, kecuali saya sendiri yang minta tolong saya tidak butuh bantuan Anda. Alibi sih, karena sering malas cuci bawang dan dibilang "iiihh jijiiiik". Lah kan ntar juga digoreng/direbus, kumannya pasti mati! (sesat hahaha, etapi sekarang saya ga gitu).
Kedua, masakan saya tidak ada namanya. Sebab saya buat masakan hampir selalu tidak melihat resep, mengikuti insting saja. Cenderung lumayan sering berhasil dipuji enak, tapi selalu dengan tambahan raut wajah menyerngit, "ini kamu masak apa Nid? Apa namanya ini? Mesti masaknya aneh-aneh." Hahaha. Biasanya komentar begitu dilontarkan oleh kubu 'patuh pada resep turun temurun' alias mereka yang kalau masak menunya Indonesia banget.
"Ini apa kak Nida? Wah kreatif banget sih." Kalau yang ini komentar adik-adik tingkat yang mungkin segan kepada saya, hahaha.
Memang benar aneh, saya akui dan saya gak ada masalah dibilang begitu. Buat saya memasak itu proses kreatif menghasilkan penganan yang enak rasanya dan menghadirkan pengalaman baru. Bagai fashion dan fun yang terus berubah dan berinovasi, begitupun food. Pernah saya kesal karena dibilang aneh, tapi akhirnya menyadari bahwa kita gak bisa memaksakan selera individu.

Kiri: pie susu pakai kental manis cocopandan, beda dengan resep aslinya yang pakai kental manis putih. Pokonya sama-sama manis kan?
Kanan: nasi goreng campur wortel, sosis, avokad, keju, dan nori.
Misalnya nasi-goreng-campur-campur dengan avokad dan nori. Saya membagikan cara membuat makanan ini di status WA. Kemudian si temanã…¡yang memang dari dulu waktu di kontrakan selalu kontra dengan cara dan hasil masakan sayaã…¡berkomentar, "mestilah Nida aneh-aneh." Saya gak kesel, cuma jadi mikir aja. Apanya yang aneh sih? Lah sushi juga ada yang dicampur avokad, mangga malah. Jadinya saya geregetan dan kasihan karena dia mainnya kurang jauh.
Apa yang dianggap aneh, ternyata biasa aja di daerah lain atau luar negeri. Dengan perbedaan budaya dan sumber daya alam, tentu saja akan tercipta begitu banyak teknik dan hasil masakan yang asing atau bahkan aneh untuk orang Indonesia. Saya jawablah, "yaaa palate kita bedaa."
Contoh lain, saya masak bihun dengan buah bit sehingga warnanya jadi kemerahan. Dari segi rasa ya sama aja seperti bihun goreng biasa, namun secara penampilan tentu saja sangat berbeda. And it went like, heboh sekontrakan. Padahal kan buah bit sudah sangat lumrah digunakan sebagai pewarna makanan alami. Nggak tau aja di rumah malah pakai buah naga wkwkkw.
Kalau ditelisik lagi, semuanya berasal dari rumah sih. Sebenarnya umik tidak suka memasak, tapi bagaimana pun tetap dilakukan supaya kami tidak kelaparan. Meski bilangnya bahkan benci masak, hasilnya enak-enak dan umik selalu punya menu masakan baru. Gak jarang kalau ada saudara yang mampir dan lihat atau nyicipin masakan umik terlontar kalimat, "Ya Allah ini bikin apa? Ada-ada aja." Padahal buat kami ya biasa aja, normal.
Tapi emang saya akui terkadang umik kelewat batas. Beli salad Pizza Hut, lalu umik menambahkan toge/kecambah ketika disajikan. Abi yang akan duduk ikut bergabung, langsung berdiri pergi gak jadi makan, hahaha.
Contoh lain, saya masak bihun dengan buah bit sehingga warnanya jadi kemerahan. Dari segi rasa ya sama aja seperti bihun goreng biasa, namun secara penampilan tentu saja sangat berbeda. And it went like, heboh sekontrakan. Padahal kan buah bit sudah sangat lumrah digunakan sebagai pewarna makanan alami. Nggak tau aja di rumah malah pakai buah naga wkwkkw.
Kalau ditelisik lagi, semuanya berasal dari rumah sih. Sebenarnya umik tidak suka memasak, tapi bagaimana pun tetap dilakukan supaya kami tidak kelaparan. Meski bilangnya bahkan benci masak, hasilnya enak-enak dan umik selalu punya menu masakan baru. Gak jarang kalau ada saudara yang mampir dan lihat atau nyicipin masakan umik terlontar kalimat, "Ya Allah ini bikin apa? Ada-ada aja." Padahal buat kami ya biasa aja, normal.
Tapi emang saya akui terkadang umik kelewat batas. Beli salad Pizza Hut, lalu umik menambahkan toge/kecambah ketika disajikan. Abi yang akan duduk ikut bergabung, langsung berdiri pergi gak jadi makan, hahaha.

Kiri: nasi merah campur putih dengan tamagoyaki.
Kanan: roti saus sambal isi nori, keju, dan sosis.
Dari begitu banyak yang disampaikan kepada saya sebagai nasehat pernikahan tahun lalu, paling banyak adalah; Nid ntar masaknya jangan aneh-aneh, kasihan suamimu. Jujur saja ketika itu saya kepikiran, "iyaya, bener juga....." Eh alhamdulillah ternyata Rumput 'terbuka' terhadap hal-hal baru soal 'meramu' bahan makanan. Gak pernah masalah dengan kekreatifan saya, malah dia sangat mendukung eksperimen saya di dapur. Baik secara moril maupun materiil (hehe).
Tidak berarti selalu cocok, dia pun punya preferensi yang sebetulnya berkebalikan dengan saya. Saya suka dengan potongan lauk kecil-kecil, dia tidak suka makanan yang bentuknya kecil-kecil seperti kerang, teri, kupang. Saya suka makanan berkuah sampai banjir, dia suka nyemek. Saya suka asem dan asin, dia sukanya manis.
Bersyukur alhamdulillah, saya tidak alergi makanan tertentu dan bukan picky eaterã…¡meski ada beberapa makanan yang tidak disuka. Seperti susu sapi dan daging-dagingan merahã…¡kecuali yang sudah diolah menjadi bakso, abon, keju, yoghurt, dan lain sebagainya. Saya punya teman yang alergi udang, cokelat, ada pula yang tidak suka rasa mayones dan keju. Heyy itu semua makanan enakk T-T
Bersyukur alhamdulillah, saya tidak alergi makanan tertentu dan bukan picky eaterã…¡meski ada beberapa makanan yang tidak disuka. Seperti susu sapi dan daging-dagingan merahã…¡kecuali yang sudah diolah menjadi bakso, abon, keju, yoghurt, dan lain sebagainya. Saya punya teman yang alergi udang, cokelat, ada pula yang tidak suka rasa mayones dan keju. Heyy itu semua makanan enakk T-T
Begitulah.....
Saya yang awalnya antipati dengan kegiatan memasak, sekarang malah keranjingan dan sangat menikmati. Apalagi kini sudah berstatus istri dan hanya tinggal berdua dengan Rumput. Saya menjadi pemegang otoritas tertinggi wilayah dapur; tata letak, ketersediaan bahan, menu, dan kebersihan (dibantu Rumput). Alhamdulillah waktu nikah ada yang kasih hadiah mixer, dari situ muncullah ide-ide bikin ini-itu. Ditambah dengan pekerjaan reguler yang hanya tiga hari dalam seminggu, saya punya banyak waktu luang.
Berdamai dengan kenyataan bahwa saya dilahirkan sebagai perempuan, sekaligus menghilangkan pemikiran gak bener saya tentang 'genderisasi' aktivitas seperti memasak dan menjahit. Nyatanya banyak di luar sana koki ataupun penjahit profesional yang berjenis kelamin laki-laki. Lumrah, bukan masalah. Mengenai konteksnya sebagai pekerjaan rumah tangga, saya lebih mampu daripada Rumput. Jadi yaa bukan karena karena istri maka memasak.
Baca juga, 8 Produk Kecap dan Saus untuk Membuat Makanan Semakin Lezat
Buat saya, memasak bagaikan ilmuwan yang sedang membuat ramuan magis. Dari bahan-bahan yang bahkan ga bisa dimakan langsung, diracik menjadi kreasi berbeda dari segi rasa dan tampilan. Buat saya, makanan lezat adalah salah satu bentuk kenikmatan yang membuat hidup bahagia, sekaligus hadiah atas kerja keras sehari-hari. Entah dengan membeli makanan enak di luar, atau bikin sendiri di rumah. Tasty food for happy life, good life for great food.
Saya yang awalnya antipati dengan kegiatan memasak, sekarang malah keranjingan dan sangat menikmati. Apalagi kini sudah berstatus istri dan hanya tinggal berdua dengan Rumput. Saya menjadi pemegang otoritas tertinggi wilayah dapur; tata letak, ketersediaan bahan, menu, dan kebersihan (dibantu Rumput). Alhamdulillah waktu nikah ada yang kasih hadiah mixer, dari situ muncullah ide-ide bikin ini-itu. Ditambah dengan pekerjaan reguler yang hanya tiga hari dalam seminggu, saya punya banyak waktu luang.
Berdamai dengan kenyataan bahwa saya dilahirkan sebagai perempuan, sekaligus menghilangkan pemikiran gak bener saya tentang 'genderisasi' aktivitas seperti memasak dan menjahit. Nyatanya banyak di luar sana koki ataupun penjahit profesional yang berjenis kelamin laki-laki. Lumrah, bukan masalah. Mengenai konteksnya sebagai pekerjaan rumah tangga, saya lebih mampu daripada Rumput. Jadi yaa bukan karena karena istri maka memasak.

Kiri: karena nyisa wortel banyak banget dan beras tinggal dikit, akhirnya dijadikan nasi goreng.
Kanan: masih nyisa juga, wortelnya dibikin omelet.Saya semakin berani eksplor dan mencoba hal-hal baru seperti membuat roti, panada, bapao, souffle cake, dan baanyak lagi. Trial and error pastinya. Kalau berhasil, senang sekali rasanya bisa buat orang tersayang (baca: Rumput) bahagia karena kenyang. Kalau gagal? Ya diketawain bareng aja, tetap dimakan sambil menikmati ketidakberhasilan menyajikan rasa enak atau bentuknya tidak pantas hehehe. Kecuali gosong banget ya dibuang.
Dua hari yang lalu, untuk ketiga kalinya saya gosongin panci teflon. Lagi manasin cuko pempek, kelupaan karena hapean. Gak main-main kami batuk-batuk, sesiangan gak bisa masuk rumah karena penuh asap. Artinya, akan jadi ketiga kalinya Rumput gosok itu panci. I asked him, "marah ga? Kesel ga?" He answered while stroking my head, "ga gapapa."Beberapa kali gagal, Rumput tetap mendukung saya eksperimen dengan menyediakan berbagai jenis tepung, keju, minyak, saus, kecap, bahan-bahan kue, sayuran, ikan, apa pun yang saya penasaran ingin coba buat.
Baca juga, 8 Produk Kecap dan Saus untuk Membuat Makanan Semakin Lezat
Buat saya, memasak bagaikan ilmuwan yang sedang membuat ramuan magis. Dari bahan-bahan yang bahkan ga bisa dimakan langsung, diracik menjadi kreasi berbeda dari segi rasa dan tampilan. Buat saya, makanan lezat adalah salah satu bentuk kenikmatan yang membuat hidup bahagia, sekaligus hadiah atas kerja keras sehari-hari. Entah dengan membeli makanan enak di luar, atau bikin sendiri di rumah. Tasty food for happy life, good life for great food.

Bikin dalgona ice coffee, it's my new thang! So good!