Saat itu saya mikirnya, eh bisa ya kaya gitu. Karena setahu saya adanya ya anniversary yang hitungannya tahunan, jadi pas tanggal dan bulannya.
Beberapa tahun kemudian, saya sendiri mengalami hal tersebut.
Sehari sebelum tanggal 26 di bulan Meiã…¡sebulan setelah menikah, ada sebuah rasa yang membuncah. Wah besok udah satu bulan nih, ga kerasa. Seketika memori saya melompat-lompat pada apa saja yang telah terjadi di antara kami empat minggu yang lalu. Berlanjut hingga tanggal 26 kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, lalu ketujuh.
Untuk saya pribadi, tanggal 26 yang kemarin-kemarin euforianya adalah; wow tidak menyangka sudah segini bulan terlewati bersama. Biasanya kami 'merayakan' kecil-kecilan dengan beli berbagai macam street food di dekat kampus IPB Dargama, atau apabila kebetulan sedang berada di luar ya sekalian deh jalan-jalan.
Namun tanggal 26 bulan November ini berbeda. Rencana awalnya seperti biasa sih; sepedahan ke IPB, beli jajanan, salat maghrib di masjid Al-Hurriyah, trus pulang. Hingga keluarlah pertanyaan yang ke luar dari saya sendiri untuknya; "refleksi yuk sekaligus intropeksi! Bulan ini nilaiku berapa?"
Sedari duluã…¡bahkan sebelum menikah, saya memiliki bayangan; harus ada waktu khusus untuk intropeksi diri, rencana kedepannya, finansial, dll. Menurut saya, menyediakan waktu khusus untuk momen ini penting untuk meregenerasi, merevitalisasi, menyegarkan, menormalisasikan, memperbaiki, (apalah lagi disebutnya) sebuah hubungan. Rencana awal seminggu sekali, tapi sayangnya tidak terlaksana.
Mungkin untuk orang lain bahkan ada yang setiap malam, setiap minggu, ataupun untuk kami pas nya sebulan sekali. Sekalian di tanggal 26.
Kami saling memberi nilai.
Selanjutnya adalah mengungkapkan ketidakpuasan terhadap masing-masing, tuntutan, dan harapan. Saya tidak terlalu terkejut terhadap poin-poin yang Rumput sampaikan. Karena memang saya akui, saya punya kekurangan disitu. Kekurangan yang sebenarnya bisa menjadi kelebihan apabila diusahakan lebih. Saya terima, meski tetap saya sampaikan alasan-alasannya. Tidak sebagai excuses, tapi supaya ada pengertian dan masukan dari Rumput bagaimana merubah kekurangan tersebut.
Begitu pun kepada Rumput, saya sampaikan beberapa hal yang tidak mungkin Rumput tahu dan mengerti apabila tidak diberitahu. Satu hal yang harus selalu saya ingat, saya berhubungan dengan seorang manusia, bukan dengan Tuhan yang bisa berkomunikasi lewat hatiã…¡alias kode-kodean.
Saat salat maghrib tiba dan kami harus berpisah ke area jamaah masing-masing, jujur saja ada rasa tak enak hati yang lumayan berat. Masih kepikiran. Rumput sudah melakukan banyak hal untuk saya, ternyata apa yang saya lakukan masih ada yang tak pas padanya. Rasa tak enak hati yang mendorong saya untuk berjanji dan berkomitmen menjadi lebih baik lagi.
Begitu pun Rumput. Saya tahu pasti bahwa ketika ada masukan dari saya, ia juga berusaha untuk memperbaikinya. Sudah dibuktikan, dan bersyukur untuk itu.
Dalam titik ini saya merasa lega dan terpesona. Dua orang sama-sama mau dan ingin mengubah dan memperbaiki beberapa hal pada diri masing-masing. Saya untuk dia dan dia untuk saya. Padahal betapa saya dulu punya keyakinan, apapun yang saya lakukan ya untuk saya sendiri, bukan untuk orang lain.
Misal dulu perawatan wajah dan badan, ya karena emang ingin memenuhi standar cantik saya sendiri. Berbuat baik, ya karena emang pingin berbuat baik. Bukan karena ada intervensi dari orang lain. Orang lain tidak bisa menyuruh saya melakukan A atau B, kecuali revisi-revisi saat ngerjain skripsi dll wkwkw.
Nah sekarang? Sebegitu 'lemas'nya at least mencoba 'berubah' untuk orang lain. Meski dalam hal ini istilah 'orang lain' untuk Rumput juga ga tepat sih.
Apalah bila didefiniskan ini adalah cinta. Bukan, bukan itu. Menurut saya kurang tepat. Lebih dari itu.
Pada akhir hari saya jadi menyadari banyak hal.
Menikah itu rumit. Rumit sekali. Serumit kalau sudah ngomongin masa depan ini itunya. Tapi di lain sisi juga sederhana. Sesederhana bahagia ketika dia pulang ke rumah dengan selamat.