
Menjelang sore di hari akhir Ramadan, kami berkemas dan naik KRL dari Bogor. Kemudian turun stasiun Sawah Besar, karena lokasinya paling dekat dengan hotel tempat kami menginap, Hotel OYO 108 Surya. Selesai check in dan merapikan barang kami ke luar hotel membeli makanan untuk berbuka, mencari masjid, sekaligus jalan-jalan.
Jakarta Pusat tidak seperti biasanya yang padat, penuh polusi, dan bikin pusing. Sore itu lengang sekali sampai rasanya bisa nyebrang jalan selambat Kukang.
Selain beli makanan untuk berbuka, sebenarnya kami ada misi untuk menyalurkan sedekah beberapa teman SD yang dititipkan ke aku beberapa hari sebelumnya. Niat awalnya mau di Bogor aja, masak+bungkus+bagiin sendiri di jalanan. Tapi karena banyak hal jadi gak sempat. Jadilah jalan-jalan di sekitar hotel cari warung, kemudian dibagikan ke orang-orang yang membutuhkan.
Sambil mencari orang-orang yang membutuhkan (entah kenapa saat itu sulit sekali menemukan orang 'berkeliaran' di jalan, kayanya cuma kami hehe), kami mampir di dua masjid yang berbeda untuk salat Maghrib dan Isya.
Di antara gang-gang padat penduduk di bawah langit gelap, langkah kaki kami diiringi gegap gempita suara takbiran yang saling bersahutan. Rasanya senang bercampur sedih, apalagi ketika dapat satu pesan dari umik, "manfaatkan malam terakhir ini sebaik-baiknya, ga ada yang tahu bisa jadi ini Ramadan terakhir, banyak istighfar." Huhu, kangen dimarahin umik.
Sekitar jam 9 kami kembali ke hotel untuk bersih diri dan mengistirahatkan badan demi menyambut:

Sebelum subuh aku dibangunkan Rumput (baca: suami, dipanggil Rumput karena menyejukkan pandangan heuheu), bersiap menuju masjid Istiqlal yang akan menjadi tempat salat Idulfitri kami.
Aku cukup antusias karena ini adalah pengalaman pertama salat Idulfitri di masjid nasional. Yang kalau kata Rumput, pingin tahu rasanya salat di satu-satunya masjid Indonesia yang diliput TV. Okeboy.
Ide mengenai salat di Istiqlal aku utarakan pada suatu malam setelah salat tarawih di masjid Alumni IPB. Ternyata Rumput juga memikirkan hal sama. Dan di sinilah kami, berjalan di antara sepi dan gelapnya subuh, bergegas menuju Istiqlal. Sayup-sayup terdengar lantunan takbir dari berbagai penjuru.
Sekitar 20 menit kemudian, akhirnya sampai di lingkungan masjid yang sudah lumayan penuh dengan jamaah lainㅡdan juga buanyak sekali petugas keamanan dengan berbagai peralatan, mobil televisi, reporter yang sedang bersiap meliput perayaan tahunan umat Islam. Sebelum masuk ke dalam masjid, kami melewati pos cek keamanan seperti di bandara; peralatan X-ray, walk-through metal detector, dan hand-held metal detector.
Untuk masuk ke area salat, alas kaki harus dilepas dan disimpan sendiri-sendiri. Alhamdulillah kami sudah menyiapkan kantong. Kemudian kami harus berpisah sesuai dengan saf yang telah disediakan, laki-laki dan perempuan.


Ikut suami tinggal di Bogor memberikan pengalaman baru, unik, dan krispi untuk aku. Iya sih, sebelumnya sudah pernah merasakan tinggal jauh dari orangtua ketika kuliah di Malang. Tapi ini berbeda karena secara harfiah dan maknawiyah aku pindah dan menetap di Bogor.
Senang, karena dapat merasakan lingkungan baru, kehidupan baru. Tapi tetap ada sesuatu yang mengganjal karena berbeda dari kebiasaan di Sidoarjo sebelumnya, di mana malam takbiran, salat Idulfitri, dan tradisi lebaran lain dibersamai oleh keluarga besar dari pihak umik maupun abi.
Biasanya malam takbiran bantu umik setrika baju adek-adek atau keliling ke saudara, saat khutbah gangguin umik atau ngobrol sama Zahira (ini jelek, jangan ditiru wkwk), makan-makan berjamaah di rumah tetua (bakso, gado-gado, es cao, es teh, es blewah hmmm!). Kemudian di sini aku seperti sendiri di antara hiruk pikuk manusia. Mengamati banyak keluarga yang bercengkrama dengan anggota keluarganya masing-masing.
Tidak ingin terlalu larut dalam ke-melankolis-an, aku menunaikan salat tahajjud sambil menunggu azan subuh. Sebenarnya ketika aku datang, area salat masih cukup lengang. Tapi aku memilih agak ke belakang supaya tidak terlalu jauh dari pintu keluar dan dekat kipas angin.
Azan subuh berkumandang, jamaah berdiri untuk salat sunnah qobliyah subuh, amalan yang nilainya lebih besar daripada dunia dan seisinya. Tak berapa lama iqamah diseru, mengomando seluruh jamaah berdiri merapatkan barisan, bersama-sama menghadap Allah Sang Mahapencipta. Selesai salat kami berzikir dan berdoa bersama-sama. Kuselipkan banyak doa untuk banyak orang.
Lepas salat subuh, ada seruan dari petugas untuk tetap berada di tempat agar tidak rusuh. Aku duduk diam sambil kembali mengamati sekitar. Berdiri pilar-pilar kokoh menunjang bangunan ini, berujung pada kubah yang terlihat gagah. Kulemparkan pandanganku ke saf laki-laki, suamiku di sebelah mana ya? Apa dia juga kelaparan kayak aku? Lupa ga bawa cemilan, hanya sebotol air :(
Takbir terus digaungkan, kuikuti dengan lirih, sesekali kepalaku terantuk menahan kantuk. Detik, menit, jam berlalu. Sudah jam 7 tapi belum ada tanda-tanda salat akan dimulai. Ternyata ada yang ditunggu; Pak Joko Widodo selaku presiden Republik Indonesia dan keluarga. Ketika diumumkan beliau datang, sontak banyak jamaah yang berdiri penasaran. Aku juga mau berdiri tapi aku pendek+di belakang. Ah sudahlah.

Beberapa menit setelah Pak Jokowi datang, salat dimulai. Diawali dengan takbiratul ihram, diakhiri dengan salam, lalu khutbah oleh seseorang yang tidak kukenal (.....?). Kali ini aku khusyuk mendengarkanㅡkarena gak ada yang digangguin hehehe. Ceramah Bapak tersebut garis besarnya tentang solidaritas, toleransi, dan perdamaian umat manusia khususnya di antara umat Muslim. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar.
Rangkaian ibadah salat Idulfitri telah usai, para jamaah mulai berberes. Ada yang langsung membentuk lingkaran dengan keluarganya, foto-foto, makan, atau akuㅡberdiri bengong di belakang mengamati semua kegembiraan orang-orang. Lebur jadi satu. Beberapa jamaah laki-laki duduk-duduk di area perempuan berkumpul bersama keluarganya, begitupun sebaliknya. Sampai ada seseorang yang menepuk pundakku, meminta tolong difotoin dengan ibunya. Aku sih senang saja.

Tak lama Rumput mengabari bahwa ia berada di bagian belakang, aku berjalan menghampirinya. Kami menuju ke toilet, karena aku kebeletㅡoke skip. Setelah itu kami menuju ke pelataran masjid.
Time for photo session!
Yah, supaya ada kenangan.
Tidak ingin terlalu larut dalam ke-melankolis-an, aku menunaikan salat tahajjud sambil menunggu azan subuh. Sebenarnya ketika aku datang, area salat masih cukup lengang. Tapi aku memilih agak ke belakang supaya tidak terlalu jauh dari pintu keluar dan dekat kipas angin.
Azan subuh berkumandang, jamaah berdiri untuk salat sunnah qobliyah subuh, amalan yang nilainya lebih besar daripada dunia dan seisinya. Tak berapa lama iqamah diseru, mengomando seluruh jamaah berdiri merapatkan barisan, bersama-sama menghadap Allah Sang Mahapencipta. Selesai salat kami berzikir dan berdoa bersama-sama. Kuselipkan banyak doa untuk banyak orang.
Lepas salat subuh, ada seruan dari petugas untuk tetap berada di tempat agar tidak rusuh. Aku duduk diam sambil kembali mengamati sekitar. Berdiri pilar-pilar kokoh menunjang bangunan ini, berujung pada kubah yang terlihat gagah. Kulemparkan pandanganku ke saf laki-laki, suamiku di sebelah mana ya? Apa dia juga kelaparan kayak aku? Lupa ga bawa cemilan, hanya sebotol air :(
Takbir terus digaungkan, kuikuti dengan lirih, sesekali kepalaku terantuk menahan kantuk. Detik, menit, jam berlalu. Sudah jam 7 tapi belum ada tanda-tanda salat akan dimulai. Ternyata ada yang ditunggu; Pak Joko Widodo selaku presiden Republik Indonesia dan keluarga. Ketika diumumkan beliau datang, sontak banyak jamaah yang berdiri penasaran. Aku juga mau berdiri tapi aku pendek+di belakang. Ah sudahlah.

Beberapa menit setelah Pak Jokowi datang, salat dimulai. Diawali dengan takbiratul ihram, diakhiri dengan salam, lalu khutbah oleh seseorang yang tidak kukenal (.....?). Kali ini aku khusyuk mendengarkanㅡkarena gak ada yang digangguin hehehe. Ceramah Bapak tersebut garis besarnya tentang solidaritas, toleransi, dan perdamaian umat manusia khususnya di antara umat Muslim. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar.
Rangkaian ibadah salat Idulfitri telah usai, para jamaah mulai berberes. Ada yang langsung membentuk lingkaran dengan keluarganya, foto-foto, makan, atau akuㅡberdiri bengong di belakang mengamati semua kegembiraan orang-orang. Lebur jadi satu. Beberapa jamaah laki-laki duduk-duduk di area perempuan berkumpul bersama keluarganya, begitupun sebaliknya. Sampai ada seseorang yang menepuk pundakku, meminta tolong difotoin dengan ibunya. Aku sih senang saja.

Tak lama Rumput mengabari bahwa ia berada di bagian belakang, aku berjalan menghampirinya. Kami menuju ke toilet, karena aku kebeletㅡoke skip. Setelah itu kami menuju ke pelataran masjid.
Time for photo session!
Yah, supaya ada kenangan.
Sekalian foto a la post-wedding lah karena kami gak punya foto nikahan yang 'proper' (we didn't hire professional photographer lol). Bisa dibilang insiden kecil atau kesengajaan sebenarnya, haha. Kupikir Rumput yang bakal handle (atau setting sendiri) karena dia berkutat di bidang fotografi. Sementara Rumput berpikir aku udah sewa orang khusus untuk foto dan video. Akhirnya dokumentasi pernikahan kami seadanya, well some turns good and touching tho.
So I think it is now the right moment, great background, we dress well, and the vibe is on point.
Wondering who took the photo? It was a broken chair we found out of nowhere. Put the cameraㅡdiganjel dengan tas, manfaatkan timer, atur lewat hape.
So I think it is now the right moment, great background, we dress well, and the vibe is on point.
Wondering who took the photo? It was a broken chair we found out of nowhere. Put the cameraㅡdiganjel dengan tas, manfaatkan timer, atur lewat hape.
Lebaran kali ini, aku gak dapat jatah baju lebaran yang seragam dengan umik, abi, dan adek-adek. Biasanya umik jahit untuk semua anggota keluarga, modelnya berbeda hanya motif kain atau warnanya yang sama. Ada orang bilang kayak anak panti, aku malah seneng-seneng aja bisa kembaran sama semuanya.
But no worries karena ada baju nikahan yang modelnya kudesain gak terlalu wah supaya bisa digunakan lagi. Iya, kita lebaran pakai baju nikahan saat akad, wkwk. Maybe I'll talk about this later.
But no worries karena ada baju nikahan yang modelnya kudesain gak terlalu wah supaya bisa digunakan lagi. Iya, kita lebaran pakai baju nikahan saat akad, wkwk. Maybe I'll talk about this later.

And behind the scene, not always that 'nice'
Puas foto-foto, kami beranjak kembali ke penginapan. Sebelumnya, kami sempatkan membeli lontong sayur dan (ah aku lupa namanya) untuk sarapan di hotel. Selesai bersih diri dan istirahat sejenak, kami check out dan pergi menujuu Parung, rumah orangtua Rumput. Tapi di Depok mampir dulu di Transmart Depok because was so hot. Orang mah ya lebaran kumpul sama keluarga, kita malah keluyuran di mall. So good.
Sampai di Parung kami disambut hangat, diberi makan, es, dan jajanan. Huhu senang sekali aku punya keluarga di sini. Jadi berasa 'lebaran' karena kumpul dengan saudara-saudara.
Begitulah petualanganㅡcerita Idulfitri ku tahun ini. It has been months ago, but hey it's okay right?
HAPPY EID AL FITHR MUBARAK!
also,
HAPPY EID AL ADHA MUBARAK!