Foto di bawah saya ambil pada tanggal 21 Maret 2015 lalu. Saat itu hari Minggu, tidak heran banyak keluarga yang datang berkunjung. Ditambah lagi ada sekolah yang juga sedang mengadakan kegiatan outdoor. Sungguh ramai dan riuh. Maklum, harga tiket masuknya cukup murah yaitu 5.000 rupiah. Selain itu air yang mengalir ke kolam Dewi Sri ini langsung berasal dari mata air di balik bukit, jadi terasa segar sekali.
Kolam Renang Favorit di Pujon, Malang
Karena penuh dan ramai, saya dan Fuchan memutuskan untuk ngaso sebentar di salah satu bangku semen panjang. Menikmati camilan sambil menunggu agak siangan sekalian supaya berenangnya tidak berdesakan dengan pengunjung lain. Atau paling tidak, sampai rombongan dari sekolah menengah (sepertinya sih) itu menyelesaikan kegiatan mereka di dalam kolam.
Ditengah kegiatan ngobrol kami, saya terdistraksi oleh keributan di kursi sebelah. Ternyata segerombolan anak laki-laki sedang asyik bercengkrama tertawa lepas. Kelihatannya mereka bahagia sekali berbagi sampo, sabun, dan saling lempar handuk. “Kayaknya sudah mau mentas.” (sudahan berenangnya) ujar Fuchan.
Betapa terkejutnya saya ketika melihat satu persatu dari mereka mengeluarkan batang rokok dan mengantre ke seorang anak yang membawa korek untuk menyulut batang-batang rokok mereka. Saya melongo menyaksikan wajah bahagia ceria anak-anak itu sambil misuh-misuh mengumpati temannya yang jahil. Tidak ada orang dewasa di antara mereka, saya pikir mereka adalah penduduk sekitarã…¡dari logat bicaranya,
Yakin deh dari raut wajahnya, saya menjamin mereka bahkan belum lulus sekolah dasar.
Makin kagok ketika anak lelaki yang badannya paling kecil nyebat dua batang sekaligus, dihisap dan dimainkan seakan-akan itu taring naga.
Makin kagok ketika anak lelaki yang badannya paling kecil nyebat dua batang sekaligus, dihisap dan dimainkan seakan-akan itu taring naga.
Karena penasaran, saya akhirnya panggil mereka, “nih kakak bawa jajanan, siapa mau? Ambil aja nih, gapapa ayo sini sini. Eh dek kamu kelas berapa?” Tanya saya sambil menyodorkan sebungkus jajan. Awalnya mereka menolak dengan sikap malu-malu mau, tapi setelah saya bujuk akhirnya mereka mendekat dan mengambil bungkus jajan dari tangan saya.
“Aku kelas papat (empat).”
“Aku kelas enem (enam).”
“Ini yang kecil sendiri kelas berapa?”
“Kelas loro iki mba (kelas dua ini mba).” Temannya menimpali, sedangkan ia sendiri meringis malu.
Ya Allah……kelas dua esde sudah merokok. Yaa mungkin sayanya kali ya yang mainnya kurang jauh sehingga kaget menjumpai 'fenomena' anak kelas dua esde merokok dengan lihainya tanpa canggung. Tapi tetap saja sedih dan kaget dan kecewa sekali :(
Tanpa pikir lama, saya keluarkan kamera poket dan meminta mereka berjajar. Awalnya menolak, tapi saya persuasi lagi. “Ayo sini kaka fotoin, eh coba dong bikin asap asap gitu biar keren.” Kata saya pasang muka berbinar seakan sangat tertarik dan kagum dengan kegiatan mereka. Aslinya sedih tidak tertahankan.
Ya saya tahu merokok itu pilihan masing-masing orang. Saya hanya menyayangkan tubuh kecil mereka yang masih dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan sudah terpapar zat-zat berbahaya dari rokok.
Bagaimana menurut kalian? Kira-kira apa nasehat untuk adik-adik ini?
Bagaimana menurut kalian? Kira-kira apa nasehat untuk adik-adik ini?