Diceritakan, beliau dulunya adalah seorang Katolik yang kemudian berpindah ke agama Islam. Jadi beliau adalah muallaf. Perjalanannya menjadi seorang muslim mudah tidak mudah. Dengan latar belakang keluarga Katolik, sebenarnya orangtua mas Ryant membebaskan anak-anaknya untuk memeluk agama apapun yang mereka yakini. Sayangnya, kakak laki-laki mas Ryant yang terlebih dahulu memilih agama Islam menunjukkan sikapㅡyang bisa dibilangㅡkurang baik sehingga kurang diterima oleh keluarga. Hal itu membuat mas Ryant merasa was-was dan berpikir ulang untuk 'menunjukkan' keislamannya secara terang-terangan di keluarganya.
Meski begitu ketika bulan Ramadan, mas Ryant tetap berusaha menjalankan ibadah puasa selayaknya muslim yang baik. Hingga pada suatu sore, mas Ryant bersama mama dan papanya berada dalam satu mobil menuju ke suatu tempat. Seiring waktu, srengenge makin merapat ke horizon sampai sayup-sayup terdengar adzan berkumandang.
Saatnya berbuka puasa. Mas Ryant pikir, bisa nanti buka puasanya. Posisinya saat itu mas Ryant yang mengemudikan mobil. Tak disangka, papa mas Ryant yang duduk di samping kiri menyodorkan sebotol minuman teh.
"Buka puasa dulu." Mas Ryant mengaku kaget, tetapi juga bahagia disaat yang bersamaan. Karena di luar ekspektasi, papanya bisa menerima dengan baik. Mas Ryant menuturkan, papanya meihat perilaku mas Ryant menjadi semakin lebih baik ketika 'dicurigai' memeluk agama Islam. Ini adalah cerita pengalaman menjadi muallaf yang pertama kali saya dengar langsung. Dan yang membuat saya penasaran adalah........begini:
Sebagaimana kita tahu lah ya, akhir-akhir ini topik beragama menjadi sangat sensitif di kalangan masyarakat Indonesia. Baik itu dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia maya. Dan bukan hanya antar-agama namun juga aliran-dalam-satu-agama. Semakin memanas ketika dipantik isu politik. Khususnya agama Islam yang pemeluknya menjadi mayoritas. Beberapaㅡbahkan mungkin banyakㅡpihak yang memanfaatkan situasi ini untuk memenangkan dan membenarkan kelompoknya dengan cara menyebarkan isu atau menjatuhkan kelompok lain, wallahua'lam bisshawwab.
Jujur saja, itu semua membuat Islam dimata saya menjadi koyak. Sedih dan miris. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar untuk mas Ryant; "dengan keadaan 'gambaran' Islam yang terombang-ambing carut marut begini, apa tanggapan mas Ryant? Kenapa malah bisa 'melihat' keindahan Islam?"
Inti jawaban mas Ryant; "ya itu kan orangnya, manusianya. Tahu sendiri lah sifat dasar manusia itu gimana, jatuh bangun dalam lubang ke khilaf an. Yang aku lihat ya Islamnya. Aku menemukan keindanhan Islam, dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam hidup membuat aku tenang, nyaman. Makanya kalau belajar itu tanya ke orang yang benar, jangan sembarangan. Salah-salah malah disalahkan bukannya dibimbing."
Wow, super sekali.
Dibonceng Annina pulang dari Omah Joglo menuju Sidoarjo kami kembali mendiskusikan 'fenomena' ini. "Nin, kok bisa gitu ya. Padahal aku ngerasa wajah Islam sedang tercoreng-moreng." Kataku.
"Gini loh Zah, sama kayak yang kita bicarakan kemarin. Analoginya; aku ngerasa wajahku ini bermasalah karena berjerawat sampe merah-merah. Itu mengganggu buat aku. Tapi kamu bilang kan, bahwa wajahku gak mengganggu. Iya ada jerawatㅡada masalah, tapi itu bukan hal yang mengganggu bagi kamu sebagai 'orang lain'. Beda dengan aku yang punya wajah dan jerawat ini." Aku tertegun mendengar jawaban dari Annida.
Kemudian Annida menambahkan, "coba deh kamu sekarang. Aku ngerasa wajah kamu ya baik-baik aja. Tapi kamu sendiri yang bilang, 'aduh kurang mulus, beruntusan, apalah-apalah'. Ya gitu. Orang lain lihat ya gak ada masalah."
Hmm, benar juga.
Aku lihat temanku berjerawat, biasa aja. I took it as a normal phase, it's r-e-a-l-l-y okay to have some acnes or freckles even moles on your face. You just have to get rid those problem off by washing or double-cleansing without stressㅡI mean the point is, people do not look at those stuffs on your face as a problem. Having acnes, freckles, yada yada doesn't mean that your friends are forbidden to look at your face and you can stop them for being friend with you. Maybe it's your problem but not theirs.
Ah iya, mungkin seperti itu. Jadi jawaban dari penasaran itu ada pada saya. Orang lain melihat Islam indah kok. Sayanya saja yang tergiring badai gelombang opini publik.
Bagaimana menurut kalian?
Meski begitu ketika bulan Ramadan, mas Ryant tetap berusaha menjalankan ibadah puasa selayaknya muslim yang baik. Hingga pada suatu sore, mas Ryant bersama mama dan papanya berada dalam satu mobil menuju ke suatu tempat. Seiring waktu, srengenge makin merapat ke horizon sampai sayup-sayup terdengar adzan berkumandang.
"Buka puasa dulu." Mas Ryant mengaku kaget, tetapi juga bahagia disaat yang bersamaan. Karena di luar ekspektasi, papanya bisa menerima dengan baik. Mas Ryant menuturkan, papanya meihat perilaku mas Ryant menjadi semakin lebih baik ketika 'dicurigai' memeluk agama Islam. Ini adalah cerita pengalaman menjadi muallaf yang pertama kali saya dengar langsung. Dan yang membuat saya penasaran adalah........begini:
Sebagaimana kita tahu lah ya, akhir-akhir ini topik beragama menjadi sangat sensitif di kalangan masyarakat Indonesia. Baik itu dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia maya. Dan bukan hanya antar-agama namun juga aliran-dalam-satu-agama. Semakin memanas ketika dipantik isu politik. Khususnya agama Islam yang pemeluknya menjadi mayoritas. Beberapaㅡbahkan mungkin banyakㅡpihak yang memanfaatkan situasi ini untuk memenangkan dan membenarkan kelompoknya dengan cara menyebarkan isu atau menjatuhkan kelompok lain, wallahua'lam bisshawwab.
Jujur saja, itu semua membuat Islam dimata saya menjadi koyak. Sedih dan miris. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar untuk mas Ryant; "dengan keadaan 'gambaran' Islam yang terombang-ambing carut marut begini, apa tanggapan mas Ryant? Kenapa malah bisa 'melihat' keindahan Islam?"
Inti jawaban mas Ryant; "ya itu kan orangnya, manusianya. Tahu sendiri lah sifat dasar manusia itu gimana, jatuh bangun dalam lubang ke khilaf an. Yang aku lihat ya Islamnya. Aku menemukan keindanhan Islam, dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam hidup membuat aku tenang, nyaman. Makanya kalau belajar itu tanya ke orang yang benar, jangan sembarangan. Salah-salah malah disalahkan bukannya dibimbing."
Wow, super sekali.
Dibonceng Annina pulang dari Omah Joglo menuju Sidoarjo kami kembali mendiskusikan 'fenomena' ini. "Nin, kok bisa gitu ya. Padahal aku ngerasa wajah Islam sedang tercoreng-moreng." Kataku.
"Gini loh Zah, sama kayak yang kita bicarakan kemarin. Analoginya; aku ngerasa wajahku ini bermasalah karena berjerawat sampe merah-merah. Itu mengganggu buat aku. Tapi kamu bilang kan, bahwa wajahku gak mengganggu. Iya ada jerawatㅡada masalah, tapi itu bukan hal yang mengganggu bagi kamu sebagai 'orang lain'. Beda dengan aku yang punya wajah dan jerawat ini." Aku tertegun mendengar jawaban dari Annida.
Kemudian Annida menambahkan, "coba deh kamu sekarang. Aku ngerasa wajah kamu ya baik-baik aja. Tapi kamu sendiri yang bilang, 'aduh kurang mulus, beruntusan, apalah-apalah'. Ya gitu. Orang lain lihat ya gak ada masalah."
Hmm, benar juga.
Aku lihat temanku berjerawat, biasa aja. I took it as a normal phase, it's r-e-a-l-l-y okay to have some acnes or freckles even moles on your face. You just have to get rid those problem off by washing or double-cleansing without stressㅡI mean the point is, people do not look at those stuffs on your face as a problem. Having acnes, freckles, yada yada doesn't mean that your friends are forbidden to look at your face and you can stop them for being friend with you. Maybe it's your problem but not theirs.
Bagaimana menurut kalian?