Trenggalek, adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang sebelumnya gak terpikir sama sekali untuk dikunjungi. Letak pastinya saja gue gak tahu, yang jelas sahabatan dengan Blitar, Tulungagung, dan Kediri. I had no idea at all about Trenggalek selain kripik tempenya yang enak.
Hingga pada suatu hari, selepas UAS, seorang teman dari kampus sebelah mengajak liburan di kampung halamannya, Trenggalek.
"Mau ikut gak pulang ke Trenggalek?" tanya temen gue, Kleo.
"Bolehlah, UAS juga udah selesai ini." jawab gue dengan excited.
"Widiiw udah selesai UAS. Aku belum sih. UAS ku 2 minggu, di antara itu kita berangkatnya." Jelas dia.
"Haelah ribet amat. Selesaiin dulu lah UAS nya." Bocah tengil, UAS belum selesai main pulang kampung aja.
"Sebomat, kangen emak. Yaudah ya kumpul Jumat siang."
Yada-yada-yada, long-short story hari Jumat siang yang dinantikan datang. Gue, Kleo, Elza, dan Nia sudah di terminal Arjosari, Malang. Kita memutuskan untuk naik bis, takutnya ada yang gak kuat motoran Malang-Trenggalek.
MALANG MACET, aaarrrgh! Estimasi perjalanan Malang-Trenggalek yang gue lihat di Google Maps cuma 4,5 jam jadi 7 jam.
Keesokan harinya, kita berencana untuk main ke Pantai Pasir Putih. Tapi melihat langit yang mendung dan gerimis, gue jadi sangsi untuk lanjut main. Ya Allah, terang benderangkanlah hari ini. Supaya hamba bisa memotret birunya laut dan langit secara berdampingan, amin.
Alhamdulillah jam 7 langit membiru cerah mempesona.
Perjalanan pun dimulai dengan menyewa mobil dengan supir yang hitungannya masih bertetangga dengan Kleo. Sejam kemudian kami sampai di gerbang masuk. Karena hari libur, kami kena tiket masuk seharga 1O.OOO rupiah. Kalau hari biasa gue gak tahu.
Dan seperti yang bisa ditebak. Pantainya penuh oleh riuh orang-orang. Bisa jadi gak cuma orang, tapi makhluk halus juga. Who knows? Mereka kan juga berkehidupan seperti manusia meski dimensinya berbeda. Beragam kendaraan tumpah ruah di parkiran. Mobil sejuta umat; xenia/avanza, sedan-sedanan, mobil ibu-ibu-nenek-nenek rumpi; elf, kendaraan tur anak teka; bis, dan kendaraan anak muda belum berkeluarga; sepeda motor.
"Sebomat, kangen emak. Yaudah ya kumpul Jumat siang."
Yada-yada-yada, long-short story hari Jumat siang yang dinantikan datang. Gue, Kleo, Elza, dan Nia sudah di terminal Arjosari, Malang. Kita memutuskan untuk naik bis, takutnya ada yang gak kuat motoran Malang-Trenggalek.
MALANG MACET, aaarrrgh! Estimasi perjalanan Malang-Trenggalek yang gue lihat di Google Maps cuma 4,5 jam jadi 7 jam.
┗(`Д゚┗(`゚Д゚´)┛゚Д´)┛
Keesokan harinya, kita berencana untuk main ke Pantai Pasir Putih. Tapi melihat langit yang mendung dan gerimis, gue jadi sangsi untuk lanjut main. Ya Allah, terang benderangkanlah hari ini. Supaya hamba bisa memotret birunya laut dan langit secara berdampingan, amin.
Alhamdulillah jam 7 langit membiru cerah mempesona.
Perjalanan pun dimulai dengan menyewa mobil dengan supir yang hitungannya masih bertetangga dengan Kleo. Sejam kemudian kami sampai di gerbang masuk. Karena hari libur, kami kena tiket masuk seharga 1O.OOO rupiah. Kalau hari biasa gue gak tahu.
Dan seperti yang bisa ditebak. Pantainya penuh oleh riuh orang-orang. Bisa jadi gak cuma orang, tapi makhluk halus juga. Who knows? Mereka kan juga berkehidupan seperti manusia meski dimensinya berbeda. Beragam kendaraan tumpah ruah di parkiran. Mobil sejuta umat; xenia/avanza, sedan-sedanan, mobil ibu-ibu-nenek-nenek rumpi; elf, kendaraan tur anak teka; bis, dan kendaraan anak muda belum berkeluarga; sepeda motor.
We were welcomed by this scenery. I was feeling so grateful, alhamdulillah.
Gue mengambil napas dalam-dalam, merasai oksigen yang berkejaran lucu dengan angin-angin kecil, bermain dengan birunya langit dan laut di depan sana. Iya oksigennya lucu. Karena mereka berkomplot dengan angin yang beringas menarik-narik jilbab gue. Kamsahamnida jinjja gomabseumnida ya Allah.
Cantiknya warna biru langit menjadi latar tempat bergantung saputan awan putih tipis. Bila sang langit menyuguhkan gradasi biru muda ke biru tua dari ufuk, maka sang laut membiru di ufuk dan semakin menghijau di dekat kaki gue.
Intinya gue pingin koprol karena cuaca cerah!
Intinya gue pingin koprol karena cuaca cerah!
Pantai Pasir Putih memiliki ombak dengan riak malu-malu nakal. Beberapa pulau kecil terletak beberapa kilometer dari bibir pantai, menjadi tameng liarnya arus Samudera Hindia. Membuat pantai ini cukup aman untuk direnangi. Karena gak mungkin kamu yang direnangi pantai.

Menunggu teman-teman yang lain ganti baju, gue melipir ke pinggiran pantai sebelah kiri. Dalam rangka menjauhi hiruk pikuk ibu-ibu yang sibuk neriakin anaknya supaya gak terlalu jauh berenang sementara bapak-bapak cuek bebek sambil terus mengunyah snek, atau para mamas yang gak capek menawarkan wisata naik perahu dan atraksi lainnya.
Gue mengamati cukup lama, nama pantai 'PASIR PUTIH' adalah penipuan. Pasirnya sama sekali gak putih. Cenderung krem kecokelatan malah. Kalau yang pasirnya putih mah di Lombok tuh. But it's not a big deal, I still love the scenery of this beach tho.
Gue mengamati cukup lama, nama pantai 'PASIR PUTIH' adalah penipuan. Pasirnya sama sekali gak putih. Cenderung krem kecokelatan malah. Kalau yang pasirnya putih mah di Lombok tuh. But it's not a big deal, I still love the scenery of this beach tho.

Jangan pakai baju biru kalau ke pantai, nanti kamu gak kelihatan, gak outstanding. Nanti kamu dikira buritan kapal.
MENGEJUTKAN! (<-disleding) INILAH AKTIFITAS YANG BISA KAMU LAKUKAN DI PANTAI PASIR PUTIH TRENGGALEK
1. NAIK BANANA BOAT

Selama ini gue tahunya wisata naik banana boat cuma ada di Bali (ketahuan kurang jauh main+pengetahuan). Ternyata di Trenggalek ada. Harganya lumayan, 30.000 rupiah per orang. Selama hampir setengah jam kamu akan diajak keliling sekitar pantai dengan menaiki big-bolsters-air warna-warni tersebut dengan ditarik perahu cepat.
2. MAIN PERAHU-PERAHUAN

Sagitaku. Sagitamu. Sagikakita.
Gue gak tahu berapa harga sebenarnya. Karena ketika itu status kami bagaikan download statusbar pada Mozilla Firefox, komponen opsional dalam sebuah perangkat lunak utama #tsaaah. Alias cadangan, muahaha. Ada sebuah keluarga yang kekurangan anggota, jadilah kami diajak. Cukup 10.000 rupiah per orang.
Tapi kalau gue pikir-pikir lagi, daripada naik perahu, mending sekalian naik banana boat. Sama saja rutenya. Bedanya kalau naik perahu dijamin gak basah. Eh lagian naik banana boat juga gak dijatuh-jatuhin kok.

Sambil naik perahu, gue melihat banyak offshore sederhana yang mengapung damai.
3. UJI ADRENALIN; MAIN UFO!

GUDETAMA FANS CLUB
Harganya lumayan, meski ditawar habis-habisan, masih kena 60.000 rupiah per orang. Kamu bakal digeret speedboat dengan kecepatan sekian knot sehingga kamu terpantul-pantul dalam lubang UFO. Gue melihat mereka bertiga kayak gudetama yang lagi digoyang dalam wajan takoyaki. Mental-mentul gak jelas. Ngakak weh.
Awalnya gue gak berminat ikutan demi jaga barang, tapi si Elza melobi pengemudi speedboat agar memperbolehkan gue menumpang duduk di speedboat. Alasannya supaya pak pengemudi speedboat gak usah repot motoin, biar gue aja. Modus, dasar. Tapi gak apa-apa deh, daripada nunggu sendiri.
Gue pikir naik speedboat bakalan aman dari guncangan. Nyatanya NGGAK -_- justru gue gak putus komat-kamit baca istighfar gara-gara pantat speedboat yang tanpa ampun menerjang gelombang ombak. Ombak mah air, tapi kerasnya macam polisi tidur yang di perumahan elit. Kokoh dan tinggi.
Sensasinya seperti naik sepeda tanpa ban karet, cuma velg, terus nerjang polisi tidur tanpa di rem. Bayangin.
Sensasinya seperti naik sepeda tanpa ban karet, cuma velg, terus nerjang polisi tidur tanpa di rem. Bayangin.
Akhirnya gue harus menghadapi dilema, antara; kebelet ngakak sama muka konyol mereka bertiga yang ketakutan dan jejeritan gak jelas, gue sendiri parno karena gak pakai pelampung, dan tangan gue sakit mencengkram dudukan speedboat (salah-salah bisa terlempar ke laut).
It's lil bit pricey, but worth it. You should try!
It's lil bit pricey, but worth it. You should try!
4. FOTO-FOTO (jelas!)

Gue pernah menonton sebuah film yang menceritakan tentang perjalanan seorang pekerja kantoran di kota besar, yang banting setir pergi ke pinggiran dan menjelajah alam. Suatu saat dia bertemu dengan seorang fotografer alam bebas pada saat melakukan pendakian.
Mereka berdua menunggu, hingga seekor kucing gunung yang langka masuk dalam frame kamera sang fotografer. Bukannya mulai membidik, dia malah membiarkan kucing itu lewat begitu saja. Pak Pekerja bingung, 'itu kesempatan yang langka! Mengapa kau siakan dan membiarkan si kucing lewat begitu saja?'
Pak Fotografer menjawab, 'kadang ada hal yang membuatku ingin menyimpan momen untukku sendiri, di sini.' Sambil menunjuk keningnya.
Hai, aku mau curhat. Apa di antara kalian ada yang pernah merasakan hal serupa? Ketika bepergian pasti mengambil banyak foto, kemudian ketika akan mengunggah di Instagram atau bahkan di blog, ada rasa tidak rela. Foto itu terlalu bagus untukmu, hingga kau ingin memilikinya sendiri. Ada yang pernah?
Hai, aku mau curhat. Apa di antara kalian ada yang pernah merasakan hal serupa? Ketika bepergian pasti mengambil banyak foto, kemudian ketika akan mengunggah di Instagram atau bahkan di blog, ada rasa tidak rela. Foto itu terlalu bagus untukmu, hingga kau ingin memilikinya sendiri. Ada yang pernah?
5. MAKAN SEAFOOD

Boyband Cumi for the win. Formasi 1-4-3.
Ada banyak warung makhluk laut asap yang berjajar rapi di seberang tempat parkir Pantai Pasir Putih. Para makhluk laut diasap dengan cara tradisional menggunakan kayu. Lebih sehat daripada digoreng, dan jaminan masih segar. Kamu bisa menyaksikan sendiri proses membuat makhluk laut asap dari dibersihkan, ditusuk (serem amat), sampai ditampilkan. Berjajar kayak anak esempe mau latihan PBB untuk tujuhbelasan.