chua jet tee dee jet hon, nam keun hai reep tak
Pasti ada kebaikan meski dalam keadaan buruk, jangan ragu ambil kesempatan sebelum terlewat masanya.
Teringat kembali sebuah kejadian yang saya alami ketika melaksanakan program PKL (Praktik Kerja Lapangan) di Thailand. Dalam rangka koordinasi mengenai perangkat ajar dan metode pembelajaran dengan kelompok PKL di sekolah lain, pada minggu ketiga kami pergi ke daerah Thepa menuju rumah Avadee. Keesokan harinya, saya dan Dinda harus cepat-cepat kembali ke Hatyai. Kami memiliki agenda rapat bersama beberapa guru dan organisasi kesiswaan mengenai lomba kebahasaan.
Karena suatu urusan, Avadee hanya bisa mengantar sampai kota Chana. Dari kota Chana, kami melanjutkan perjalanan ke Hatyai menggunakan songtheaw warna cokelat selama 45 menit dengan membayar 25 baht. Avadee berpesan kepada sopir songtheaw agar menurunkan kami di suatu tempat sebelum terminal Hatyai. Namun entah karena lupa, ditambah kami tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengan pak sopir, akhirnya kami turun di terminal Hatyai. Dari terminal Hatyai kami menaiki songtheaw warna biru yang menuju Hatyaiwittayakarn School di Khuang Lan.
Karena suatu urusan, Avadee hanya bisa mengantar sampai kota Chana. Dari kota Chana, kami melanjutkan perjalanan ke Hatyai menggunakan songtheaw warna cokelat selama 45 menit dengan membayar 25 baht. Avadee berpesan kepada sopir songtheaw agar menurunkan kami di suatu tempat sebelum terminal Hatyai. Namun entah karena lupa, ditambah kami tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengan pak sopir, akhirnya kami turun di terminal Hatyai. Dari terminal Hatyai kami menaiki songtheaw warna biru yang menuju Hatyaiwittayakarn School di Khuang Lan.
Songtheaw biru melayani rute dari terminal Hatyai hingga bandara Hatyai.
Ketika naik songtheaw, saya bertanya kepada salah satu penumpang berapa uang yang harus dibayarkan bila ingin turun di daerah Khuang Lan.
“Excuse me, we are going to Khuang Lan. How many baht we should pay?” mereka memandang kami bingung. Kemudian saya melakukan gerakan seperti pesawat terbang sambil mengatakan,
"Airport, airport." Ya, tempat kami memang dekat dengan airport.
"Aaa......ha sip baht, ha sip baht." Salah seorang ibu berkata sambil menunjukkan angka 5 dengan jarinya. Kami paham. Ha sip baht berarti lima puluh baht. Kami pun mengucapkan terimakasih. Tapi karena tidak yakin, kami meminta seorang bapak-bapak menanyakan langsung ke pak supir.
Betapa kagetnya kami ketika bapak tersebut mengatakan, "to airport.......sam roy, sam roy." Saat itu juga kami meminta supir berhenti. Kami turun dari songtheaw setelah membayar empat puluh baht untuk dua orang. Sam roy berarti tiga ratus, dan ini jelas scamming atau penipuan. Geram sekali rasanya pada pak supir itu.
Setelah turun, kami memperhatikan sekitar. Meski gugup karena tidak tahu berada di mana, saya merasa gembira karena sekali lagi tersesat. Ya, sebelumnya saya dan Dinda pernah tersesat saat melakukan visa run di Padangbesar seminggu sebelumnya. Dinda menyalakan data internet untuk mengecek keberadaan kami. Maps menunjukkan jarak kami ke sekolah sekitar 20 menit dengan naik mobil; 1 jam jalan kaki.
Selama 10 menit kami menunggu di pinggir jalan berharap ada songtheaw biru lain (yang supirnya yang lebih manusiawi). Sembari menunggu songtheaw lewat, kami berjalan kaki menyusuri trotoar. Beberapa kali kami menghampiri toko dan menanyakan bagaimana caranya kami mendapat kendaraan ke bandara dengan bahasa Inggris. Sayangnya tidak ada satupun yang mengerti. Ditambah, gawai Dinda habis baterai. Lengkap sudah tak tahu arah.
Saya merasa kasihan kepada Dinda setelah 30 menit berjalan. Saya sih oke, bahkan bila harus berjalan terus sampai sekolah. Tapi sekarang ini kami berada dalam satu perjalanan, berdua. Saya merasa akan sangat egois sekali jika terus memaksa. Akhirnya kami berhenti di depan toko bangunan yang kebetulan berada di pojok perempatan lampu merah. Saya punya ide. Ketika lampu merah menyala, saya akan menghampiri salah satu mobil dan minta tolong untuk diijinkan menumpang hingga daerah Hatyai Nai, alias hitchhiking.
Beberapa kali lampu merah menyala, saya masih ragu dan takut. Pertimbangan kami, cari pengendara mobil yang wajahnya ramah dan sedang tidak mengangkut penumpang. Saya pikir ini bakal jadi pengalaman keren banget! Soalnya belum pernah hitchhiking. Pikir cuma pikir, niat saya maju mundur. Giliran menemukan yang sreg setelah menganalisis beberapa mobil, lampu lalin sudah keburu hijau.
Kemudian ada ojek yang menghampiri dan menanyakan tujuan kami. Dengan bahasa Thailand seadanya kami menjelaskan,
"We wanna go to Hatyaiwittayakarn School, Khuang Lan......near airport. Ni baht kha? (berapa biaya?)"
"Aaa Hatyaiwittayakarn School? Neung roy...neung roy. (seratus....seratus)" Jawab si bapak. Wah ini lumayan.
"Song khun neung roy? Chai? (dua orang seratus? Ya?)" Timpal saya.
"Mai dai...mai dai.....song khun song roy. (tidak boleh....dua orang dua ratus)" Karena merasa terlalu mahal, kami menunjukkan jurus wajah melas.
"Thamay? Ma cak Indonesia, nakrien....nakrien...(kenapa? Kami dari Indonesia, kami ini murid)"
Saya tak tahu bapak itu bicara apa, beliau membuat gestur tangan 'jauhh jauhh'. Wajahnya menunjukkan raut, 'tidak mungkin ke Khuang Lan seratus baht dua orang!' Akhirnya si bapak pergi meninggalkan kami.
Beberapa menit kemudian datang lagi ojek yang lain. Beliau pun menawarkan harga yang sama. Kami pun melancarkan lagi raut semelas-melasnya.
"Nakrien.......nakrien. Dek dek ni, dek dek. (kami murid, kami masih anak-anak)"
Kalau ingat perkataan kami waktu itu, kami selalu terpingkal-pingkal. Status kami sih guru di Hatyaiwittayakarn School, tapi sering juga diledek beberapa guru karena tinggi badan kami seperti murid SMP. Sekiranya, dengan proporsi badan kami yang pendek, bapak ojek bisa memberi kami harga siswa. Sayangnya, tetap saja tidak bisa sepakat. Setelah bapak ojek tersebut pergi, kami memutuskan berjalan kaki lagi.
5 menit kemudian, seorang bapak ojek yang terlihat tua menghampiri. Saya menghela nafas lelah, sudah tidak berminat melakukan tawar-menawar. Tapi melihat Dinda meladeni bapak tersebut, mau tak mau saya ikut membantu melakukan negosiasi ceilah.....
Kami menjelaskan tujuan kami, pasang raut melas, menyebut status kami sebagai murid, sekali lagi meningkatkan level raut melas. "Song khun neung roy.....cai? Cai? Dai kha? (dua orang seratus, ya? Bolehkah?)"
"Neung roy yi sip. (seratus dua puluh.)"
"Mai auuuu. Nakrien....nakrien, dek-dek....(tidak mauu. Kami masih murid, kami ini anak kecil)" Pinta kami lagi. Segala macam raut kiyowo kawai desu saya lepaskan right at his eyes hahaha.
Kemudian dengan senyum kebapakan, beliau berkata, "oke, cai cai, song khun neung roy. Pai pai. (oke, baiklah, dua orang seratus. Ayo berangkat.)"
"Ching kha? Alhamdulillaaaah!(benarkah?)" Dengan hati gembira dan terharu kami berbonceng tiga menuju Hatyaiwittayakarn School dan yang pakai helm cuma saya. Kalau di Indonesia sudah pasti kena tilang. Cuma ada di Thailand wkwkw.
Dalam kepala serasa mendengar Charlie Puth berdendang,
"Maa cak nai? (darimana kalian?)" tanya beliau.
"Maa cak Indonesia, we are here for maa futson. (kami dari Indonesia, kami di sini praktek mengajar/PKL)" jawab kami ceria.

Bahasa. Dengan begitu, orang setempat akan merasa dihargai. Dan berdasar pengalaman saya pribadi, kamu akan lebih disayang.
Sepanjang perjalanan kami mengobrol banyak hal, meski lebih banyak tidak nyambungnya. Beliau banyak bercerita dengan bahasa Inggris patah-patah diselipi bahasa Thailand. Kami menanggapi dengan anggukan kepala dan tertawa kecil.
Sebenarnya kami tidak paham sama sekali, dan beliau pun tahu itu. Tapi kami tetap saja tertawa bersama sambil sesekali menyahut, "arai kha? Arai kha? (apa? Apa?)" kemudian beliau mengulang kembali pertanyaan atau pernyataan sebelumnya.
Tak berapa lama, beliau menyodorkan gawai kepada kami, beliau meminta kami menuliskan alamat Hatyaiwittayakarn School.
"Mai pen rai, chan chai ruu. (tidak perlu, kami tahu.)"
Sebenarnya, frase 'chai ruu' adalah buatan kami sendiri. Dari kata 'mai ruu' (tidak tahu).
Arti 'mai' adalah 'tidak' dan 'chai' adalah 'ya', tapi kami tidak tahu apakah benar kata 'ruu' = tahu. Kami tidak yakin chai+ruu adalah padanan kata yang tepat. Tapi beliau tetap saja tertawa sambil mengangguk-angguk dan tertawa.
Belakangan baru saya ketahui, bahasa Thailand untuk frase 'aku tidak tahu' adalah 'chan ruu waa'. Kalau diingat-ingat mengenai ke-sok-tahu-an kita saat itu, pasti saya dan Dinda tertawa geli.
Ketika sudah dekat dengan sekolah, kami mengarahkan beliau sambil memberi gestur tangan agar lebih jelas.
"Say....say......(kiri kiri)" setengah berteriak kami memberitahu si bapak.
"Say? (kiri?)" tanya si bapak.
"Chaaaaaiiii. (yaaaaa)" kami berseru dengan kompak.
"Pai tong? (lurus ke depan?)" si bapak bertanya kembali.
"Mai chaaaai, khwa.......khwaaa. (bukaan, kanan kanaan)" kami heboh berteriak sambil lambai-lambai tangan ke kanan.
Sampai di depan gerbang sekolah, jam menunjukkan pukul setengah empat. Perjalanan waktu normal 20 menit molor menjadi hampir tiga jam. Turun dari sepeda, kami membungkuk dalam-dalam kepada bapak ojek atas kebaikan hatinya.
"Khop khun maak maak, ching ching khop khun khaa. (terimakasih banyak, benar-benar terimakasih)" beliau tertawa kemudian mulai memacu kembali sepeda motornya.
Mungkin beliau merasa geli atas berantakannya tata bahasa kalimat 'ching ching khop khun khaa' yang melenceng jauh dari gramatikal. 'Ching' artinya 'sangat' atau 'sungguh', sedangkan 'khop khun khaa' artinya terimakasih.
Sebenarnya, kalimat 'khop khun maak maak' sudah benar, malah bila ditambah 'ching' itu salah. Hanya saja kami ingin lebih mengekspresikan kebahagiaan bisa selamat sampai di sekolah.
Alhamdulillah, meski komunikasi lebih banyak tidak nyambung karena penguasaan kosakata yang kurang dan tata bahasa yang semrawut, kami berhasil! Bapak ojek itu sering tertawa geli mendengar ocehan kami hanya dengan melontarkan beberapa frase sederhana dalam bahasa Thailand.
Sama ketika ada murid Thailand yang mengucapkan kalimat bahasa Indonesia sederhana. Kami merasa tersanjung, diapresiasi, dan dihargai. Mungkin itu pula yang dirasakan si bapak ojek.
"Airport, airport." Ya, tempat kami memang dekat dengan airport.
"Aaa......ha sip baht, ha sip baht." Salah seorang ibu berkata sambil menunjukkan angka 5 dengan jarinya. Kami paham. Ha sip baht berarti lima puluh baht. Kami pun mengucapkan terimakasih. Tapi karena tidak yakin, kami meminta seorang bapak-bapak menanyakan langsung ke pak supir.
Betapa kagetnya kami ketika bapak tersebut mengatakan, "to airport.......sam roy, sam roy." Saat itu juga kami meminta supir berhenti. Kami turun dari songtheaw setelah membayar empat puluh baht untuk dua orang. Sam roy berarti tiga ratus, dan ini jelas scamming atau penipuan. Geram sekali rasanya pada pak supir itu.
Setelah turun, kami memperhatikan sekitar. Meski gugup karena tidak tahu berada di mana, saya merasa gembira karena sekali lagi tersesat. Ya, sebelumnya saya dan Dinda pernah tersesat saat melakukan visa run di Padangbesar seminggu sebelumnya. Dinda menyalakan data internet untuk mengecek keberadaan kami. Maps menunjukkan jarak kami ke sekolah sekitar 20 menit dengan naik mobil; 1 jam jalan kaki.
Selama 10 menit kami menunggu di pinggir jalan berharap ada songtheaw biru lain (yang supirnya yang lebih manusiawi). Sembari menunggu songtheaw lewat, kami berjalan kaki menyusuri trotoar. Beberapa kali kami menghampiri toko dan menanyakan bagaimana caranya kami mendapat kendaraan ke bandara dengan bahasa Inggris. Sayangnya tidak ada satupun yang mengerti. Ditambah, gawai Dinda habis baterai. Lengkap sudah tak tahu arah.
Saya merasa kasihan kepada Dinda setelah 30 menit berjalan. Saya sih oke, bahkan bila harus berjalan terus sampai sekolah. Tapi sekarang ini kami berada dalam satu perjalanan, berdua. Saya merasa akan sangat egois sekali jika terus memaksa. Akhirnya kami berhenti di depan toko bangunan yang kebetulan berada di pojok perempatan lampu merah. Saya punya ide. Ketika lampu merah menyala, saya akan menghampiri salah satu mobil dan minta tolong untuk diijinkan menumpang hingga daerah Hatyai Nai, alias hitchhiking.
Beberapa kali lampu merah menyala, saya masih ragu dan takut. Pertimbangan kami, cari pengendara mobil yang wajahnya ramah dan sedang tidak mengangkut penumpang. Saya pikir ini bakal jadi pengalaman keren banget! Soalnya belum pernah hitchhiking. Pikir cuma pikir, niat saya maju mundur. Giliran menemukan yang sreg setelah menganalisis beberapa mobil, lampu lalin sudah keburu hijau.
Kemudian ada ojek yang menghampiri dan menanyakan tujuan kami. Dengan bahasa Thailand seadanya kami menjelaskan,
"We wanna go to Hatyaiwittayakarn School, Khuang Lan......near airport. Ni baht kha? (berapa biaya?)"
"Aaa Hatyaiwittayakarn School? Neung roy...neung roy. (seratus....seratus)" Jawab si bapak. Wah ini lumayan.
"Song khun neung roy? Chai? (dua orang seratus? Ya?)" Timpal saya.
"Mai dai...mai dai.....song khun song roy. (tidak boleh....dua orang dua ratus)" Karena merasa terlalu mahal, kami menunjukkan jurus wajah melas.
"Thamay? Ma cak Indonesia, nakrien....nakrien...(kenapa? Kami dari Indonesia, kami ini murid)"
Saya tak tahu bapak itu bicara apa, beliau membuat gestur tangan 'jauhh jauhh'. Wajahnya menunjukkan raut, 'tidak mungkin ke Khuang Lan seratus baht dua orang!' Akhirnya si bapak pergi meninggalkan kami.
Beberapa menit kemudian datang lagi ojek yang lain. Beliau pun menawarkan harga yang sama. Kami pun melancarkan lagi raut semelas-melasnya.
Foto bersama murid kelas 3 SMP. Pose yang lagi nge tren di Thailand, angkat jempol tanpa ekspresi.
"Nakrien.......nakrien. Dek dek ni, dek dek. (kami murid, kami masih anak-anak)"
Kalau ingat perkataan kami waktu itu, kami selalu terpingkal-pingkal. Status kami sih guru di Hatyaiwittayakarn School, tapi sering juga diledek beberapa guru karena tinggi badan kami seperti murid SMP. Sekiranya, dengan proporsi badan kami yang pendek, bapak ojek bisa memberi kami harga siswa. Sayangnya, tetap saja tidak bisa sepakat. Setelah bapak ojek tersebut pergi, kami memutuskan berjalan kaki lagi.
5 menit kemudian, seorang bapak ojek yang terlihat tua menghampiri. Saya menghela nafas lelah, sudah tidak berminat melakukan tawar-menawar. Tapi melihat Dinda meladeni bapak tersebut, mau tak mau saya ikut membantu melakukan negosiasi ceilah.....
Kami menjelaskan tujuan kami, pasang raut melas, menyebut status kami sebagai murid, sekali lagi meningkatkan level raut melas. "Song khun neung roy.....cai? Cai? Dai kha? (dua orang seratus, ya? Bolehkah?)"
"Neung roy yi sip. (seratus dua puluh.)"
"Mai auuuu. Nakrien....nakrien, dek-dek....(tidak mauu. Kami masih murid, kami ini anak kecil)" Pinta kami lagi. Segala macam raut kiyowo kawai desu saya lepaskan right at his eyes hahaha.
Kemudian dengan senyum kebapakan, beliau berkata, "oke, cai cai, song khun neung roy. Pai pai. (oke, baiklah, dua orang seratus. Ayo berangkat.)"
"Ching kha? Alhamdulillaaaah!(benarkah?)" Dengan hati gembira dan terharu kami berbonceng tiga menuju Hatyaiwittayakarn School dan yang pakai helm cuma saya. Kalau di Indonesia sudah pasti kena tilang. Cuma ada di Thailand wkwkw.
Dalam kepala serasa mendengar Charlie Puth berdendang,
No matter where I go
I know I'm not alone
You're only one call away
You'll be there to save the day
Superman got nothing on you
You'll be there call away
(didedikasikan untuk bapak ojek yang baik hati, terimakasih)
"Maa cak Indonesia, we are here for maa futson. (kami dari Indonesia, kami di sini praktek mengajar/PKL)" jawab kami ceria.

Bahasa. Dengan begitu, orang setempat akan merasa dihargai. Dan berdasar pengalaman saya pribadi, kamu akan lebih disayang.
Sebenarnya kami tidak paham sama sekali, dan beliau pun tahu itu. Tapi kami tetap saja tertawa bersama sambil sesekali menyahut, "arai kha? Arai kha? (apa? Apa?)" kemudian beliau mengulang kembali pertanyaan atau pernyataan sebelumnya.
Tak berapa lama, beliau menyodorkan gawai kepada kami, beliau meminta kami menuliskan alamat Hatyaiwittayakarn School.
"Mai pen rai, chan chai ruu. (tidak perlu, kami tahu.)"
Sebenarnya, frase 'chai ruu' adalah buatan kami sendiri. Dari kata 'mai ruu' (tidak tahu).
Arti 'mai' adalah 'tidak' dan 'chai' adalah 'ya', tapi kami tidak tahu apakah benar kata 'ruu' = tahu. Kami tidak yakin chai+ruu adalah padanan kata yang tepat. Tapi beliau tetap saja tertawa sambil mengangguk-angguk dan tertawa.
Belakangan baru saya ketahui, bahasa Thailand untuk frase 'aku tidak tahu' adalah 'chan ruu waa'. Kalau diingat-ingat mengenai ke-sok-tahu-an kita saat itu, pasti saya dan Dinda tertawa geli.
Ketika sudah dekat dengan sekolah, kami mengarahkan beliau sambil memberi gestur tangan agar lebih jelas.
"Say....say......(kiri kiri)" setengah berteriak kami memberitahu si bapak.
"Say? (kiri?)" tanya si bapak.
"Chaaaaaiiii. (yaaaaa)" kami berseru dengan kompak.
"Pai tong? (lurus ke depan?)" si bapak bertanya kembali.
"Mai chaaaai, khwa.......khwaaa. (bukaan, kanan kanaan)" kami heboh berteriak sambil lambai-lambai tangan ke kanan.
Sampai di depan gerbang sekolah, jam menunjukkan pukul setengah empat. Perjalanan waktu normal 20 menit molor menjadi hampir tiga jam. Turun dari sepeda, kami membungkuk dalam-dalam kepada bapak ojek atas kebaikan hatinya.
"Khop khun maak maak, ching ching khop khun khaa. (terimakasih banyak, benar-benar terimakasih)" beliau tertawa kemudian mulai memacu kembali sepeda motornya.
Mungkin beliau merasa geli atas berantakannya tata bahasa kalimat 'ching ching khop khun khaa' yang melenceng jauh dari gramatikal. 'Ching' artinya 'sangat' atau 'sungguh', sedangkan 'khop khun khaa' artinya terimakasih.
Sebenarnya, kalimat 'khop khun maak maak' sudah benar, malah bila ditambah 'ching' itu salah. Hanya saja kami ingin lebih mengekspresikan kebahagiaan bisa selamat sampai di sekolah.
Apakah ketakutanmu saat melakukan perjalanan? Tak kenal siapapun di daerah tujuan? Apakah kamu percaya Allah menyebar ratakan tangan kasihnya lewat orang-orang yang bahkan tak kau tahu namanya.
Alhamdulillah, meski komunikasi lebih banyak tidak nyambung karena penguasaan kosakata yang kurang dan tata bahasa yang semrawut, kami berhasil! Bapak ojek itu sering tertawa geli mendengar ocehan kami hanya dengan melontarkan beberapa frase sederhana dalam bahasa Thailand.
Sama ketika ada murid Thailand yang mengucapkan kalimat bahasa Indonesia sederhana. Kami merasa tersanjung, diapresiasi, dan dihargai. Mungkin itu pula yang dirasakan si bapak ojek.
Suatu saat, saya ingin naik pesawat yang kursinya menghadap ke depan jendela agar bisa menikmati langit luas tanpa sakit leher.
Tulisan ini untuk mengenang cerita perjalanan paling berkesan sebagai tema serikat The Enchanting Ladies. Sebenarnya semua perjalanan berkesan bagi saya, apalagi perjalanan selama proses saya lahir ke dunia. Ketika mamak melahirkan aku. Hmm. Anyway, check another memorable travel story of; Teh Dian: PAPUMA, CERITA PERJALANANKU YANG PALING BERKESAN; Kak Ros: INI HADIAH DARI MIMPI-MIMPI SAYA, QUALITY TIME BERSAMA ADIK; Kak Pipit: DARI YANG 5 MENIT SAMPAI MABOK!!; dan Kak Mude: Pengalaman Jalan-Jalan yang Berkesan
Ini anak hobinya kesasar ye..
ReplyDeletedari yang postingan waktu di Thailand, ini yang kedua kalinya nggak sih?
Belom pernah kesasar di luar negeri, jadi belom ngerasain sensasi ngomong pake bahasa tarzan. adanya kesasar di jogja, eh pernah tanya orang malah nyasar sampai ring road ke arah solo, udah gitu kejar2an sama fingerprint lagi, udah berasa fast and furious, ketemu kereta kelinci lagi, huft..
Huwahahahaha XD yes that's right c:
Deletejangankan di negeri orang, duluuu awal kuliah, Sidoarjo-Malang aja nyasar mulu. Jangankan gitu, dari kampus ke kosan aja nyasar kok XD
Penakluk jalanan, tapibukan penakluk rute huehehe xD
Kalau udah kejar2an sama fingerprint yang mesin gitu mah gabisa ditolerir, dia ga bakal mau nerima alasan kita...apapun :' sedihnya xD
Wah satu clan sama zoro kayanya nih, kesasar wkwkwk
ReplyDeleteTapi seru loh bacanya, tapi kalo ngerasain sendiri kayanya bakal lemas lesu dan lunglai apalagi keterbatasan bahasa hahaha
Boleh boleeeeh! Nama saya kan Z juga depannya.
DeleteSiapa tahu di masa lalu saya keponakannya beliau xDDD
Aslinya mah lemas lesu lunglai juga xD
tapi kalau gak berjuang siapa yang mau nolongin. Alhamdulillah selamat xD
G jauh beda sama pas travelling ke daerah lain yang orang-orangnya kalo ngmong pake bahasa daerahnya masing-masing.. Tapi masih mending karena seenggaknya mereka masih bisa pake b.indo...
ReplyDeleteRepot juga y itu kalo pada g tau b. inggris..
Untung bisa pake b. thai..
Iya sih xD
Deleteih saya pernah juga ke daerah Madura....nanya ke nenek2, karena ga ada orang lain lagi.
Eh beliau ga bisa bahasa Indonesia. Akhirnya saya ngangguk2 aja pasrah ga ngerti beliau bicara apa xD
Nah itu makanya, meski bisa bahasa Inggris, tapi bukan jaminan juga hehehe.
Oiiiiiihhhh
ReplyDeleteXD
Loleen loleeen :v
Pasti seru banget ya, Nong.
P' juga pengen banget ke sana tapi entah kapan bisa kesampean khaap
Nggak ada duit pun khaaap
P' khot hot
XD
"Oiiiiiihhhh." <----selalu diingat dan bikin ngakak guling2 kalo nonton film Thailand xDDD
Deleteudah keren, cakep, gagah gitu kan....trus tiba2 kaget dan bilang "Oiiiiiihhhh" huehehehe, langsung sweatdrop x'D
P'Aul kenapa dah khaa -_-
Nabung deh p', biar bisa ketemu sama p' p' suwai xD LOL
LOL
DeleteP' P' suwai teh naon artina khaaap??
Suwai itu artinya cantik khaa. P' les bahasa Thailand deh, pindah aja ke Thailand khaa. Kayanya cocok deh khaa.
Deletewahahahah, oke juga bahasa thainya 555555555.
ReplyDeleteGue kalau angka cuma tau nung song sam si ha, sianya nggak tau, eheheh.
Gile, demi apa 20 menit jadi hampir 3 jam? hmm, tapi itu sih pengalamannya seru banget yak. Lebih bisa merasakan esensi Thailandnya for sure!
Lumayan untuk bertahan hidup sebentar di jalanan wkwkwk xD
DeleteBakal tahu dan hafal kalau 'dipaksa' keadaan bang huehehe. Iya, dari matahari di atas ubun-ubun samapi udah condong ke barat hue.
Of course! Mana kaya orang bego diajakin ibu2 penjaga toko bangunan pake bhs Thailand pure Thailand ga ada bhs Inggrisnya sama sekali. Kita cuma geleng-angguk xD
hahaha, gue ngebayangin lu ngomong bahasa thailand aja, bikin nyengir'' sendiri.
ReplyDeletetapi seru juga nih, pkl di negri orang. dah gitu sampai nyasar segala lagi. gue engga tau juga, kayaknya klo nyasar itu ada sensasi yang berbeda. apalagi sampe bisa punya pengalaman kayak gitu.
setuju sih, klo ada yg emang bohong gitu, harus tegas kitanya. gue slama di mesir, malah kebanyakan nethinknya sama supir'' transportasi disni. harus di tawar dulu.
senyum itu emang beneran bahasa universal ya. walaupun ga paham, nyengir aja udah. hahaha
Ya pokoknya failed lah logatnya wkwkw. Flow nya gak bisa seanggun kayak artis2 cowok di film Thailand waktu bilang, "mai awww". Huehehe
DeleteEmang beda,makanya sebenernya gue excited-excited ngeri gitu bang XD
Hng, selama di Thailand, kalau gak ditemenin orang Thailand pasti dikasih harga gak masuk akal sih. Makanya mending minjem motor daripada naik angkutan umum.
Kalau senyum tanda bahagia, setuju. Kalau nyengir tanda gak yakin, melas, minta dikasihani xD
Kayaknya the power of wajah melas noleh juga tuh mbak :D
ReplyDelete.
Wkwkw..
.
Emang paling berkesan dan pengalaman paling sweru itu kalau tersesat, ya meskipun awalnya ndongkol dan was-was tapi ntar kalau udah kembali ke jalan yg benar bikin ketawa sendiri. Hahaha..
.
Yes of course muehehehe.
DeleteALhamdulillah bisa selamat, jadi ceritanya bisa seru.
Dan alhamdulillah juga dipertemukan dengan perpangan tangan dari Allah >.<
Btw orang thailand itu posturnya gede gede ya mbak? Itu pas ngelihat fotonya kok mbak Nida tenggelam. Huehehw
DeleteSebenernya mah standar aja sama kayak Indonesiaa.
DeletePostur, kontur wajah....apalagi yang bagian selatan, sama kok kaya Indonesia.
Cumaaaaaaaaaaaaa.
Ya akunya aja yang pendek -_-
makasih loh kak huehehe
Di Thailand cuma 1 bulan kan ya, Za? *Apa lebih sik? Sok tau banget ini haha*
ReplyDeleteTapi bahasa Thailandnya kok uwis lancar banget. Keren-keren!
Aku mbaca sambil mbayangin nonton film-film Thailand itu, pengen ketawa :D
Kalau nyari tumpangan, aku pernah. Tapi ya karena acara upgrading UKM di kampus sih, bukan pas jalan-jalan jauh macam gini. Ada sensasi tersendiri pas udah dikasih tumpangan sama sih sopir. Bakal ngrasain betapa bahagianya duduk manja diatas mobil setelah puluhan menit jalan kaki / nunggu-nunggu di lampu merah itu.
1 bulan lebih 10 harian bang, kayak orang haji hueueue.
DeleteBukan lancar itu, tapi maksain banget bikin kalimat dari kata2 tanpa gramatikal yang bener xD
Kalau lihat di film2 emang lucu banget bahasa Thailand. Kalau aslinya mereka komunikasi ya gak sih, biasa aja xD
NAH! Wah alhamdulillah bisa ngerasain hitchhiking ya?
Saya belum kesampaian nih, keburu takut dulu sama kebanyakan mikir.
Tapi pokoknya udah bahagia banget lah, lagi kesusahan dibaikin sama orang setempat :) alhamdulillah kebaikan itu dimana-mana :'
beken
ReplyDeleteke thailand waktu pkl
saya waktu pkl mendalami desa sebelah
#eh
Gapapa bang, jadi yang paling ganteng satu desa kan?
DeleteIya kan?
Iya pasti, huehehehe.
Gapapa bang, yang penitng ilmunya berkah, amiiin.
wahhh udah mau lulus nih mba :v
ReplyDeleteYah ketahuan :/
Deletesedih akutuh T_T
Mau muda aja terus hihiw.
di thailand taksinya terkenal suka scam ya -_- kesasar itu bikin pusing, panik tapi pas diinget seru banget xD
ReplyDeleteWkwkwkwk saya sih ga pernah naik taksi di sini XD
Deletetapi naik angkotnya aja udah kena scam -_-
Iya pusing, tapi kami mah ngakak geje....antara hopeless sama biar keren gatau kenapa xD
Seru ya Mbak kesasar bareng temen. Bakal jadi pengalaman berharga tuh 😆
ReplyDeleteIya, ada partner malu2an nanya orang di jalan dll.
DeleteCoba kalo sendiri, hmm.....ya gapapa sih, tapi ntar ga ada yg nimpalin seru pas cerita ke temen2 LOL
😆😆😆
ReplyDeleteDuh laaaaaaah aku gak bisa bayangin segimana hebohnya zahra sama temennya naik kang ojek, ngoceh-ngeladenin-ngeributin-ngeiyain pake bahasa tailand yang aduhaiii bikin rusuh ye
Etapi kalo aku jadi kamu, ya mungkin serupa sih hebohnya 😆😆
Btw, kurasa memang hanya segelintir orang yaa yang bisa merasakan bahwa tersesat itu nikmat 😊
Gausah dibayangin, yaudah pasti emang rusuh xD
DeleteApalagi sama kakak mungkin yaa malah xD soalnya si Dinda agak kaleman ._.
Dan aku salah satunya! XD
Seru banget ya pnya pngalaman kesasar di luar negeri, aku parah bgt masuk gang kosan aja bisa nyasar.
ReplyDeletePngen jlan2 ke luar negeri ala traveler yg bisa menyusuri jalanan perkampungan disana.. Seru bgt kayaknga ya
Ih aku juga kaaak xD
Deletejadi abis pindah kosan tahun awal semester lalu.....
baru semingguan masuk kuliah, ya selama itu juga sering banget salah masuk gang :'
Ya Allah parah banget >.<
Emang seru, ga kayaknya lagi xD
cobain geh kak hehe.
cukup seru pengalamannya PKL keluar negerinya, yg jelas jadi tambah pinter bahasa Thailand.
ReplyDeleteTulisan di spanduk yang tertempel sepertinya kalimatnya agak aneh yach, mungkin seperti itulah kalau kita menulis dalam bahasa Thailand dengan modal ala kadarnya. :)
Hahahaha xDDD bukan nambah pinter sih, soalnya belum pernah juga mempelajari. Lebih ke, nambah ilmu banyak banget xD
DeleteSaya juga punya pengalaman yg hampir mirip Mba, pertama kali keluar negeri adalah ke UK, dengan bahasa inggris yg pas2an, sendiri pula, bisa dibayangkan gimana gak nyambungnya di sana hahahahaha
ReplyDeleteWaaaah!! Itu mah sugoi kuadrat pangkat 5 deh pak.
DeleteSaya juga mau ke UK :') kapan-kapan deh insyaAllah hehehe.
Iya yah, apalagi bahasa Inggrisnya org UK agak ga jelas aksennya (buat saya sih, tapi suka banget aksen mereka xD).
Ada miskom ga tuh pak?
Kaaak, aku ketawa bacanya. Jadi teringat perjalanan ke Thailand, mereka walaupun ga ngerti kita ngomong apa, tapi tetap ramah.
ReplyDeleteSukses terus menimba ilmunya, Kak!
Weeeeee seneng deh kalo ada yang ketawa tuh, berarti humor saya masih rasa manusia wkwkkw.
DeleteSama juga sih kayak Indonesia ya wkwk. Asia mah juara ramahnya #ea xD
Teriiiimakasih buanyaaak kak Lisa :) sukses juga untuk hidup kita masing2 dan berkah rezekinya ehehehe.