Indomieeeee selerakuuuuuuu!!!
Alasan pertama gue tulis artikel ini, tadi gue lihat kak Ghea mengunggah tulisannya di blog tentang suatu hasil masakan yang hasilnya sangat tidak mengecewakan. Padahal resepnya ga gimana-gimana amat, terus bahan-bahan yang digunakan juga hasil temuan di kulkas. Gue gak mau kalah. Karena sebenarnya keahlian gue yaitu melihat kesempatan dalam kesempitan.
Apa hubungannya?
Ya gue bisa aja membuat sesuatu bila ada mie, muehehehe. Dari yang polosan sampe gak karu-karuan.
Betewe, ini bukan lagi ngiklan. Sumpeh gue emang ada rasa khusus gitu sama Indomie wkwkw.
Alasan kedua, ini bentuk rasa bangga gue terhadap peran Indomie terhadap penilaian orang di luar negeri mengenai Indonesia.
Asyikin aja.
Sewaktu gue di Thailand, jajanan yang paling banyak gue bawa yaitu berbagai varian rasa Indomie. Yang paling banyak sih Indomie goreng <3 yeah! Gue #timmiegoreng. Tapi bukan berarti gue ga suka mie kuah. Mie kuah itu bagaikan selir kerajaan dalam kehidupan.
Dan sewaktu di Thailand, jelas gue mengekspansi-kan Indomie kepada beberapa orang. Awalnya mereka kayak underestimate gitu. Mereka juga nunjukin mie-mie instan Thailand yang katanya lebih enak. Setelah gue coba, emang enak sih mie Thailand, tapi teteup Indomie #1. Mereka jadi ketagihan gitu.
Kalau di Indonesia, sebungkus Indomie kisarannya IDR 2.500. Nah ketika di Thailand dan main ke sebuah mall, harganya bisa sampai sekitar IDR 6.400 uhuy! Gue bisa nyambi jualan......tapi karena gue baik hati, makanya gue bagiin gratis gitu aja pada detik-detik gue mangkat dari Hatyaiwittayakarn School.
Ngaku deh, kalau bikin Indomie, tampilannya gini aja kan? Emang enak kemakan iklan wkwkw. Ada telur setengah matang, irisan tomat, ayam, udang, dan lain-lain. Trus kalau di iklan TV tuh, mie nya bisa keliatan sekaan-akan kuantitasnya semangkok penuh gitu. Padahal kalau mau barbar, satu bungkus bisa habis dalam 3 kali suapan gede. Iya kaan? Ehe.
Oke, masuk ke topik utama, hehe.
Pada suatu pagi yang mendung, si emak ngga masak, gue ditinggal sendirian di rumah. Bukannya sedih, gue malah senang. Seisi rumah berada dalam kekuasaan gue! Gue bisa melakukan apapun dan jajan apapun tanpa takut dimarahi, heheh. Ga nakal, cuma jiwa muda [?].
Nah karena neomu baegopa, menemukan Indomie goreng di sudut lemari bagaikan nemu kupon masuk Jatim Park gratis. Segera gue ubek-ubek kulkas untuk menemukan harta karun apa saja yang tertimbun. Biasalah, si emak belanjanya per minggu, jadi pasti ada aja bahan sisa minggu kemarin :')
Dan gue menemukan;
1. Kecambah
2. Sosis dan siomay yang sudah beku kayak batu di freezer
3. Begitupun dengan ikan pindang
4. Ayam bakar 5 hari yang lalu
6. Sawi layu
7. Saos sambel yang tinggal sesendok
8. Telur.
8. The most important ingredient; cheese.
Gimana cara buatnya? Gue potong-potong sosisnya, suwirin pindang dan ayam, potong dan cuci sawi+kecambah, ceplok telur, dan parut keju. Setelah itu langsung gue campur semuanya jadi satu.
Dan beginilah hasilnya.
Rasanya? Enak laaaaah. Nothing goes wrong with cheese, okay? Asah kekreatifitasanmu berkarya dengan Indomie. Masa kalah sih sama yang di youtube tuh, dia bikin banyak banget resep dengan bahan baku Indomie. Percayalah bumbu mie instan yang penuh micin itu penyelamat dunia. Muehehehe.
Zahrah Nida ã…¡ Visa Run Thailand-Malaysia. Keputusan untuk menjalani program PKL di Thailand benar-benar memberi banyak kejutan yang membuat saya sadar ada buanyak hal yang luput saya syukuri. Bahwa bahagianya hidup tergantung seberapa lapang hati dan pikiran berterimakasih kepada diri sendiri atas apa yang telah diperoleh. Kalau ada yang belum diperoleh? Don't give up, struggle for it! Supaya nggak susah hidupnya.
Jadi, pada tanggal 5 Agustus saya menjalani misi visa run bersama teman-teman UIN Malang jurusan BSA yang PKL di Thailand. Kami melakukan visa run agar tidak mendapat sanksi overstay karena masa PKL berlangsung selama 37 hari, sedangkan ijin tinggal di Thailand satu kali cap paspor adalah 30 hari.
Jarak tempat kami dengan Malaysia.
Tempat saya PKL ada di provinsi Songkhla, tepatnya di kota Hatyai yang merupakan kota metropolitan kedua setelah Bangkok, ibaratnya Surabaya versi Thailand. Dari tempat kami ke Malaysia cuma satu jam, tepatnya di daerah Padang Besar. Untuk sampai ke kantor imigrasi Padang BesarThailand-Malaysia, kami menaiki van dari terminal Hatyai.
BERANGKAT KE PADANG BESAR
Baca ini juga geh, PKL di Thailand, Keberangkatan.
BERANGKAT KE PADANG BESAR
Baca ini juga geh, PKL di Thailand, Keberangkatan.
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Padang Besar Customs Haouse disambut oleh cuaca yang panas super banget. Terimakasih ya Allah.
WAWANCARA DAN CAP STEMPEL
Masuk ke dalam kantor, kami ikut mengantri di barisan sekitar 20 menit. Namun sampai pada giliran, kami disuruh menyingkir dari barisan dan masuk menuju sebuah ruangan. Ternyata dua lajur antrian itu hanya untuk pemegang paspor Malaysia dan Thailand.
Baca juga, Cara Paketan Internet di Thailand yang Murah, Mudah, dan Praktis
Masuk ke dalam kantor, kami ikut mengantri di barisan sekitar 20 menit. Namun sampai pada giliran, kami disuruh menyingkir dari barisan dan masuk menuju sebuah ruangan. Ternyata dua lajur antrian itu hanya untuk pemegang paspor Malaysia dan Thailand.
Baca juga, Cara Paketan Internet di Thailand yang Murah, Mudah, dan Praktis
Dugeun-dugeun parah. Saya merasa insecure, takut ditanyain macam-macam, alasan kita gak diterima, trus nggak dapet cap stempel, trus kita dilaporin, trus kita diinterogasi, konsulat dipanggil, dan blablabla. Semua itu berkecamuk di kepala. Ya bos, ini kan negeri orang gituloh. Urusannya bisa berabe banget kalau ada apa-apa.
Akhirnya satu temen masuk duluan. Kita yang di luar nunggu beberapa menit. Setelah dia keluar, kami interogasi dia, ditanyain apa aja dan dia jawab apa. Biar nanti kalau ditanyain lagi nggak kagok dan jawaban kita bisa sama. Temen saya sih jawabnya; mau ke Malaysia tepatnya ke Kuala Perlis untuk shopping kemudian ke Syah Alam mengunjungi rumah teman selama dua hari semalam.
Pemegang paspor selain Thailand melewati prosedur khusus. Asumsi saya, mungkin karena lewat jalur darat.
Pemegang paspor selain Thailand melewati prosedur khusus. Asumsi saya, mungkin karena lewat jalur darat.
Alhamdulillah, nggak ribet. Semuanya bisa melewati sesi cap stempel paspor keluar Thailand dengan selamat tanpa ditanya-tanyain lagi. Cus lanjut jalan menuju kantor imigrasi bagian Malaysia. Kebanyakan yang lewat itu truk-truk segede dinosaurus gitu. Jarang ada yang jalan kayak kami heheh.
Sampai di kantor imigrasi Malaysia, kami disuruh menunggu. Saya deg-deg an lagi. Apalagi pernah baca di mana gitu, Malaysia lebih ketat daripada Thailand. Takutnya kaya ditanya-tanyain tiket hotel atau akomodasi lain dll. Terus di bagian ini temen gue nambah alasan yaitu, bakal balik lagi ke Thailand untuk ikut upacara 17 Agustus an di konsulat RI di Songkhla. Dah pokoknya temen bilang muka saya sampai pucat banget hahahahahaha.
Dan inideh, yang paling bikin bingung.
Rencananya setelah cap paspor, mau langsung balik langsung ke Thailand gak usah menginap di Malaysia biar hemat duit. Karena masih ada dua minggu lagi harus bertahan hidup di Thailand. Lagian keesokan harinya saya dan Dinda sudah janjian dengan kak Waree pergi panen (dan makan hehe) buah di kebun milik temannya di Chalung. Saya sih lebih tergiur yang itu.
Keluar dari imigrasi Malaysia, ada jalur yang menuju ke jalan-jalan Malaysia, ada juga jalur menuju KTM/stasiun kereta api.
Setelah berjalan tak tentu arah, kami istirahat sejenak untuk ishoma. Terjadilah kesepakatan; 10 teman yang lain beneran ke Kuala Perlis dan menginap sehari, sedangan saya dan Dinda tetap keukeuh balik ke Thailand hari itu juga.
Sebenernya kita berdua juga agak khawatir. Nganar cuma berdua, cewek lagi.
Tapi kita bertekad untuk menjadi cewek-cewek pemberani. Innallaha ma'ana, yagak?
JALAN-JALAN, MAIN KE BAZAAR!
JALAN-JALAN, MAIN KE BAZAAR!
Akhirnya kami balik kucing melewati jalan menuju kantor imigrasi Malaysia dan berjumpa dengan para tukang ojek yang lagi ngetem, nawarin jasa ngojek seharga RM 3 (sekitar 10k) untuk sampai ke kantor imigrasi Malaysia. Namun kami nolak yeu #lowbudgetfighter. Meski begitu dengan baik hati para pakcik memberitahu kami ada bazaar yang letaknya dekat. Siapa tahu mau jalan-jalan.
Saya dan Dinda memutuskan untuk main bentar lah. Rasa ga enak aja, belum dua jam cap stempel paspor masa udah minta cap lagi. Kamipun mengayun lagkah mencari lokasi bazaar.
Khaw Niaw Makmuang, makanan khas Thailand. Seenak Apa Sih?
Khaw Niaw Makmuang, makanan khas Thailand. Seenak Apa Sih?
Menghirup nafas dalam-dalam, saya merasa lega. Lega karena Malaysia menggunakan huruf alfabet dan bahasa Melayu, sehingga banyak informasi yang bisa saya pahami dari berbagai macam tulisan pada ruang terbukanya. Entah itu papan arah jalan, baliho, poster, dan lain-lain. Berbeda ketika di Thailand yang menggunakan aksara Thailand. Saya ngga bisa baca apalagi paham maksudnya, jadi gak dapat info apa-apa.
Awalnya saya gak niat beli apapun, window shopping aja. Tapi terimakasih kepada Dinda, dia menginspirasi saya untuk membeli sesuatu juga akhirnya.
Dan akhirnya sampailah kita di suatu kedai yang jual bumbu Tom Yum. Sebenarnya sejak lama umik sudah wanti-wanti untuk membeli bumbu masakan dari Thailand. Saya bimbang, beli di sini atau di Thailand ya? Soalnya sepanjang ubek-ubek mall di Thailand gak pernah lihat ada yang jualan bumbu Tom Yum. Akhirnya kami pustuskan beli di sini aja. Ada kali setengah jam kita milih-milih ukuran botol sama nawar-nawar. Padahal kesepakatan awal bakal setengah jam aja di bazaar ini. Tapi gara-gara keasikan, jadi molor gak keruan.
Ininih. Justru di perbatasan Thailand-Malaysia wilayah Malaysia, banyak yang jual produk makanan Thailand dengan label halal. Harganya pun lumayan murah.
KEMBALI KE KANTOR IMIGRASI
Kami sampai di kantor imigrasi Malaysia sekitar jam 5 sore, deg-deg an lagi. Aduh bakal bikin alasan apa lagi ya? Pokoknya saat itu kami sepakat tidak menyinggung kegiatan PKL, soalnya takut ditanya-tanyain masalah 'kenapa tak apply visa pelajar saje hah?!
Alhamdulillahnya, kali ini petugasnya lebih ramah dan suka senyum. Legaaaa.
Setelahnya kami menuju kantor imigrasi Thailand. Kami antri bersama banyak orang, yang mana akhirnya kami disuruh menyingkir lagi dari barisan karena bukan pemegang paspor Thailand/Malaysia ╮(─▽─)╭. Disitu kami nunggu sampai selonjoran di lantai saking lamanya nunggu petugas khusus cop stempel paspor selain Thailand/Malaysia.
Balik lagi ke Thailand!
Lamaaaa kita nunggu, akhirnya petugasnya datang dan memberi arrival card. Saat mengisi arrival card, kami berkenalan dengan orang Malaysia yang bekerja sebagai pengacara. Orangnya baik, sampai minta facebook gitu. Saya mah iyain aja. Eh ternyata modus bukannya diarahkan ke akun pribadi, tapi akun fanspage nya supaya di like ╮(╯▽╰)╭
Tapi si bapak ini beneran baik kok. Ketika tahu kami belum ada kendaraan pasti pulang ke Hatyai, beliau menawarkan untuk menghubungi temannya sekiranya bisa bantu. Sayangnya, gara-gara keasyikan ngobrol dengan bapak pengacara kami harus rela menunggu lebih lama lagi karena si bapak petugas cap stempel paspor izin pergi sebentar.
Sebentar, tapi sampai langit menggelap dan lampu-lampu mulai dinyalakan. Rasanya sebal sekali. Apalagi ketika pak cap stempel datang, beliau malah melayani seorang bapak necis, padahal kami duluan yang datang. Apa karena kami masih muda dan tampilan rada gembel? Ketika saya intip paspornya, ternyata orang Jepang. Suka ngintip ヽ(ー_ー )ノ
Baca ini deh, Seorang Gadis dan Negeri Impiannya
Setelah bapak necis pergi, giliran kami masuk ke ruangan. Bapak cap stempel berkata bahwa bapak necis yang tadi adalah dosen di Hatyai University, dan beliau akan menuju Hatyai. Si bapak berkata, 'waah sebenernya kalian bisa numpang bapak dosen tadi'
Yaelah pak.
KEMALAMAN
KEMALAMAN
Akhirnya kami keluar kantor imigrasi jam 7 malam.
Sepi, senyap, dan gelap membentang di hadapan. Sepanjang jalan, yang paling terang benderang hanya kantor imigrasi. Lainnya remang-remang disko. Ada beberapa kedai yang masih beroperasi. Tapi sama saja, sepi dan remang. Kami memutuskan untuk ke luar dari kantor imigrasi dan bertemu dengan seorang muslimah yang sepertinya juga sedang menunggu jemputan.
'Assalamualaikum kak....kami nak bertanye. Kami ni nak ke Hatyai, kami mesti naik ape?'
'Van boleh, tapi masa ni sudah takde.....kereta (mobil) pun takde.'
Heleh matilah kita (゚ー゚;) padahal kata teman Thailand, van beroperasi sampai jam 8 malam, ini kan masih jam 7. Sejujurnya saya dan Dindaㅡpada saat ituㅡbawa santai saja meski blank have no idea at all gaktau mesti apa. Tak berapa lama, ibu si kakak datang menjemput. Kami salam-salaman, dan menceritakan keadaan kami. Setelahnya, si ibu baik banget muter-muter nyariin kita kendaraan. Tapi tetap aja nggak ada.....
'Takpe makcik.....makcik balik ke rumo saje.....kami tunggu di imigresyen saje.....', kata saya.
Kami gak ada pilihan lain. Daripada nge gembel di pinggir jalan, setidaknya ngemper di kantor imigrasi lebih aman, pikir kami.
'Tak lah....makcik kasihan pada adik bedua ni. Banyak pelaku (kejahatan)......tidur rumo makcik saje, besok van jam 7 ada...nanti makcik hantar.'
Duuh, gak enak kami tuh ngerepotin. Tapi bagaimanalah kita mau cari tempat bermalam? Nggak ada kendaraan umum sama sekali. Kita juga udah lelah. Tawaran yang kaya begini mah jangan sampai lepas........
Begitu kami iyakan, makcik suruh kami menunggu. Rencananya makcik dan kakak balik ke rumah, ambil sepeda motor lagi untuk menjemput kami. 'Rumo dekat, jangan kemane-mane, tunggu kejap', ujar makcik.
Tapi karena rasa sungkan dan....agak bebal ( ̄︶ ̄;) kami memutuskan untuk berjalan ke arah makcik pulang. Maksudnya biar nanti nyusulnya ga jauh-jauh amat gituloh.
APAKAH KAMI DI PHP?
Tapi karena rasa sungkan dan....agak bebal ( ̄︶ ̄;) kami memutuskan untuk berjalan ke arah makcik pulang. Maksudnya biar nanti nyusulnya ga jauh-jauh amat gituloh.
APAKAH KAMI DI PHP?
Saya dan Dinda jalan beriringan dalam kegelapan malam. Super duper sepi oy. Kendaraan yang lewat melaju sangat cepat seolah tak peduli ada dua cewek kecil nyasar di perbatasan (⌣_⌣”) Selama 15 menit berjalan, kami malah makin gak jelas. Gak ketemu makcik, dan suasananya maikin seram. Pikiran kami, jangan-jangan belokan rumahnya udah kelewatan, atau makcik cuma pehape.
Akhirnya kami berhenti dan mengamati sekitar. Kebetulan ada mobil berhenti di dekat kami, pengemudinya turun dan bergegas membeli sesuatu di kedai sebrang jalan. Saya dan Dinda bimbang, bisa jadi ini kesempatan kami satu-satunya! Siapa tahu mamas ini mau ke Hatyai, ya kan? Dengan muka mueeeelaaaaaassss banget kita samperin si mamas.
'Sir where are you going? Are you going to Hatyai?'
'No, I wanna comeback to Malaysia.'
'Oh okay, thank you.'
(˵¯͒⌢͗¯͒˵)
'Sir where are you going? Are you going to Hatyai?'
'No, I wanna comeback to Malaysia.'
'Oh okay, thank you.'
(˵¯͒⌢͗¯͒˵)
Ternyata tujuan kita beda mas.................................................
Mau gak mau akhirnya kami kembali lagi ke kantor imigrasi. Yasudah, mungkin sudah takdir ngemper di imigrasi. Sembari berjalan, beberapa kali kami menjumpai sekelompok laki-laki yang sedang nongkrong. Rasa khawatir sedikit menyusup, ini lebih berbahay daripada hantu!
Kaki udah hampir mencapai titik gempor seharian jalan-jalan mulu. Ditambah kendaraan yang lewat di jalan raya segede dinosaurus semua. Sebenernya kami sudah menghubungi kak Waree (salah satu guru tempat kami PKL), kak Waree berkata punya kenalan di daerah Padangbesar ini. Tapi masih geje dan sulit dihubungi. Daripada makin geje, kita lebih pilih nunggu si makcik.
Tapi kalau boleh jujur, saat itu kami bawa santai plus hepi hepi gak jelas. Malah saya super excited. Ini bakal jadi pengalaman yang menakjubkan!
Tapi kalau boleh jujur, saat itu kami bawa santai plus hepi hepi gak jelas. Malah saya super excited. Ini bakal jadi pengalaman yang menakjubkan!
Sampai di kantor imigrasi, pas sekali makcik datang bersama si kakak. MasyaAllah dengan senang hati kami ikut ke rumah mereka. Allahu alhamdulillah, kami tidak jadi terlunta-lunta di kantor imigrasi. Sampai di kediaman makcik, kami dipersilahkan untuk membersihkan badan dan shalat. Makcik juga menyediakan baju ganti untuk kami.
Tak lama, kak Waree telfon. Makcik bilang, 'boleh tak dia cakap Siam atau Melayu?'. Kita jawab, 'boleh'.
Makcik dan kak Waree mengobrol cukup lama. Kemudian saya lihat makcik tersenyum kecil.
Tau apa???
Ternyata, kediaman kenalan kak Waree yang di Padangbesar itu hanya berjarak tiga rumah dari tempat makcik! Dan yang lebih unbelievable, malam ini kenalan kak Waree berencana pergi ke Hatyai. Allahuakbar wa lillahil hamd! Saya terharu, kami semua sumringah. Suatu kebetulan yang disusun indah sekali oleh Allah.
PERTOLONGAN ALLAH ITU NYATA (◡‿◡✿)
Kenalan kak Waree yaitu kak Rachanee, akhirnya menghampiri kami di rumah makcik. Setelah berbincang sebentar, kak Rachanee pamit untuk bersiap. Kamipun ditawari makan dulu di rumah makcik. Awalnya sih nolak biar gausah repot-repot. Tapi perut saya malah bergemuruh mulu kayak gunung mau meletus. Yaudah kami iyain, heheh. Jadinya makcik masak sotong bumbu kuning dan telur dadar. Banyak sekali hal-hal menarik selama mengobrol dengan makcik. Salah satunya mengenai ayam.
Jadi di Thailand ini ayam murah banget, lebih murah dari rata-rata di Indonesia. Dimana-mana ada ayam. Di kantin sekolah tempat gue PKL pun, misal ada 7 jenis masakan, itu ya ayam semua. Pengolahannya aja yang beda. Ya...........rahasia umum kan kalau ayam-ayam ternak itu di suntik obat ini itu biar cepet gede dll. Gue dan Dinda merinding, kami sepakat sejak malam itu untuk gak lagi-lagi makan ayam. Mending ikan.
Hidangan siap, kami makan dengan lahap. Maklum, belum makan dari jam 7 pagi tadi.
Jam 9 malam, semuanya siap. Makcik mengantar kami ke rumah kak Rachanee. Sewaktu pamitan, rasanya terharuuu banget sampai pingin netesin air mata. Nyesek. Ya gimana ya, sebelumnya kami benar-benar clueless gaktau harus gimana dan kemana, makin malam, gak ada kendaraan, di perbatasan dua negara yang sama sekali asing......
Lalu ada pertolongan dari Allah melalui keluarga makcik. Alhamdulillah.......kami yang tengil ini masih disayang Allah :)
Semoga Allah balas kebaikan keluarga makcik dengan keberkahan dan kebahagiaan, dilapangkan rizkinya, amin.
END OF THE STORY
Mobil kak Rachanee mulai melaju, kaca mobil saya turunkan demi melihat makcik untuk terakhir kalinya. Beliau berkata akan senang kalau kami mau main lagi. Mau banget! Tapi tapi tak tahu kapan lagi ada kesempatan.
Malam itu juga saya dan Dinda sampai di Hatyai dengan selamat disambut kak Waree dan kak Fareehan, disambut dengan raut wajah 'emang dasar dua bocah ada aja kelakuannya'. Kami sih nyengir aja merasa bersalah, tapi juga bersemangat karena besok mau berkebun dan makan buaaah. Hehehe.
PERTOLONGAN ALLAH ITU NYATA (◡‿◡✿)
Kenalan kak Waree yaitu kak Rachanee, akhirnya menghampiri kami di rumah makcik. Setelah berbincang sebentar, kak Rachanee pamit untuk bersiap. Kamipun ditawari makan dulu di rumah makcik. Awalnya sih nolak biar gausah repot-repot. Tapi perut saya malah bergemuruh mulu kayak gunung mau meletus. Yaudah kami iyain, heheh. Jadinya makcik masak sotong bumbu kuning dan telur dadar. Banyak sekali hal-hal menarik selama mengobrol dengan makcik. Salah satunya mengenai ayam.
Jadi di Thailand ini ayam murah banget, lebih murah dari rata-rata di Indonesia. Dimana-mana ada ayam. Di kantin sekolah tempat gue PKL pun, misal ada 7 jenis masakan, itu ya ayam semua. Pengolahannya aja yang beda. Ya...........rahasia umum kan kalau ayam-ayam ternak itu di suntik obat ini itu biar cepet gede dll. Gue dan Dinda merinding, kami sepakat sejak malam itu untuk gak lagi-lagi makan ayam. Mending ikan.
Hidangan siap, kami makan dengan lahap. Maklum, belum makan dari jam 7 pagi tadi.
Jam 9 malam, semuanya siap. Makcik mengantar kami ke rumah kak Rachanee. Sewaktu pamitan, rasanya terharuuu banget sampai pingin netesin air mata. Nyesek. Ya gimana ya, sebelumnya kami benar-benar clueless gaktau harus gimana dan kemana, makin malam, gak ada kendaraan, di perbatasan dua negara yang sama sekali asing......
Lalu ada pertolongan dari Allah melalui keluarga makcik. Alhamdulillah.......kami yang tengil ini masih disayang Allah :)
Semoga Allah balas kebaikan keluarga makcik dengan keberkahan dan kebahagiaan, dilapangkan rizkinya, amin.
END OF THE STORY
Mobil kak Rachanee mulai melaju, kaca mobil saya turunkan demi melihat makcik untuk terakhir kalinya. Beliau berkata akan senang kalau kami mau main lagi. Mau banget! Tapi tapi tak tahu kapan lagi ada kesempatan.
Malam itu juga saya dan Dinda sampai di Hatyai dengan selamat disambut kak Waree dan kak Fareehan, disambut dengan raut wajah 'emang dasar dua bocah ada aja kelakuannya'. Kami sih nyengir aja merasa bersalah, tapi juga bersemangat karena besok mau berkebun dan makan buaaah. Hehehe.
Assalamualaikum, SAWATDHEEKHAA~~~~~~
Beberapa bulan yang lalu, gue mengunjungi sebuah kedai atau kafe atau restoran atau tempat nongkrong.......(gak yakin sebenernya) yang baru buka cabang di Malang. Namanya adalah Black Canyon Coffee. Brand ini berasal dari Thailand. Jadi sambung-sambungin aja sama artikel gue tentag PKL di Thailand muehehe.
Gue mau cerita tentang kejadian kenapa gue bisa sampe nyasar di tempat ini.
Powered by Blogger.
✿Sukai Aku✿
✿Baca ini geh!✿
Labels
Popular Posts
- Dimsum 9 Ayam: Versi Halal 9 Naga
- Cara Paketan Internet dan Isi Pulsa di Thailand yang Murah, Mudah, dan Praktis
- Ke Kawah Ijen Menginap Di Mana?
- Bibit Buah Gratis di Persemaian Permanen BPDAS Brantas Mojokerto
- Pizza Combi Malang, Get Your Satisfaction of Cheese Here!
- Fakta Sekolah di Thailand Bagian 1
- Kampung Biru Arema Malang, "Ongis Nade Ngalam Mbois Ilakes, Oyi Sam!"
- Bagaimana Rasanya Menikah?
- Rekomendasi Penginapan Dekat Nepal Van Java: Nareswari Guesthouse Magelang
- Sepeda Motoran ke Bukit Teletubbies Bromo, Ucapkan Aaa Ooo!