Seri "Puasa di Tanah Saudara" bagian 8
| bagian 1 Bukit Malimbu | bagian 2 Pantai Seger | bagian 3 Tanjung Aan dan Bukit Merese| bagian 4 Bukit Nipah | bagian 5 Gili Air 1 | bagian 6 Gili Air 2 | bagian 7 Pulau Kenawa 1 | bagian 8 Pulau Kenawa 2 | bagian 9 Desa Mantar | bagian 10 Pantai Sekotong dan Mekaki | bagian 11 Taman Narmada |
Lambat merangkai kerjapan mata. Oleng setengah sadar meraup wajah dengan tisu basah. Dalam gelap di bawah atap jerami memakan roti dan meneguk air, sebutannya 'sahur asyique'. Tetap bersyukur masih diberi rizki meski mengunyah sembari membayangkan sahur super sehat dan bergizi kemarin di rumah Memy. Dengung kejam nyamuk pun tak terdengar. Mungkin paham orang sahur tidak boleh diganggu.
Mengira kapan adzan subuh yang takkan pernah terdengar dari pulau sana sambil tetap mengganyang roti yang tersisa, akhirnya terhenti di detik-detik jam digital hape menunjuk angka 05.12.
Setelahnya, saya tayamum dan shalat subuh syahdu berjamaah dengan mba Jule.
Menunggu matahari terbit membersihkan dan merapikan diri sekenanya akibat terjangan gerimis subuh tadi.
Menyaksikan matahari kembali ke peraduan di balik dinding Rinjani dengan epicnya kemarin sore di puncak bukit Kenawa. Membuat saya berekspektasi akan kemunculan sang surya dari riak di batas ujung laut sana. Semburat oranye perlahan membias di langit luas. Sekeliling mulai terang diterangi penerangan alam. Laut ikut menjingga meski di sisi Barat sana masih gelap.
Tidur di pulau pribadi, bangun di pulau pribadi. Matahari terbit ini pun milik kami pribadi!
Kutatap kau dalam diam dan doaku, semoga riak yang terbawa angin berbisik mengaku. |
Subuh di Kenawa |
Berbahasa Indonesia, seharusnya paham dan dilaksanakan. Atau perlu translasi? Bring back your rubbish bro! |
Dermaga tempat kami meluruskan punggung bercengkrama dengan laut, angin, bintang, bulan, awan, dan Pencipta semalaman. |
Ilalang Kenawa. |
Orang mengenalnya kanebo. Lap sintesis yang biasanya digunakan untuk membersihkan mobil atau motor setelah di cuci. Bahannya elastis, empuk, dan halus. Mudah diperas, dikeringkan, dan simpel untuk dibawa kemana-mana. Saya membawanya kemana-mana. Awalnya abi yang memberi tahu betapa 'simpel'nya kanebo. Akhirnya, bahkan saya gunakan untuk sehari-hari karena handuk biasa berat jika basah dan sulit untuk dikeringkan. Meski ada beberapa teman yang mengernyit heran dan mengatai aneh, bahkan mba Jule. Tapi kemudian mba Jule beli travel towel yang bahannya sama seperti yang saya pakai.
Percayalah, kadang kerumitan hidup itu diri sendiri yang membuat.
Ada sashimi terbang |
Pagi yang mantap. Bangun tidur, sahur, shalat, menyaksikan matahari terbit, main air!
Menyusuri pulau yang tidak terlihat di peta ini dengan riang gembira sekalian membersihkan diri. Pasir putih halus, lautnya yang biru, dan yang lebih penting, milik pribadi! Yeah!
Sebelumnya sudah diingatkan Pak Cau untuk memperhatikan arah angin dan ombak agar tidak terhanyut. Bisa berabe, tidak ada penjaga pantai--pun orang lain selain kami. Bagian selatan pulau mendapat hempasan angin yang cukup sehingga berombak lumayan besar. Beda dengan bagian utara pulau. Bunyi ombaknya 'nyeesss.........'. Terdengar sopan ditelinga saya.
Sangat (dan akan selalu) bersyukur atas nikmat Allah pada Indonesia.
Karena dulu waktu SMP, meroda adalah andalan senam lantai saya. |
'Nid naik situ Nid.'
'Bentar mbak.....'
.........................
Melibas rumput kering dan memanjat batu ala climber.
Turun ke bawah ala skier. Pokoknya merosot!
'Mbak tau ga? Batu tebing itu bentuknya kotak-kotak kaya mau berguguran. Tadi beberapa kali waktu pegangan, batunya rontok. Keren ih, tapi ngeri juga. Mbak mau naik?'
Mbak Jule, *geleng-geleng*
Bagian belakang pulau, pantai di sekelilingnya tidak lagi berpasir, namun batuan halus seperti batu kali. Di bagian ini pula banyak pohon bakau penuh dengan ikan. Usut punya usut setelah ngobrol dengan Pak Cau, ternyata kita harus hati-hati karena bisa jadi ada ular diantara akar bakau. Tapi insyaAllah tidak berbahaya kok. Tapi tetap saja ngeri.
![]() |
Pertarungan dua peri air. |
Puas bermain ala pantai pribadi, kami beristirahat di salah satu saung yang tersedia. Ada sekitar lebih dari 10 saung. Namun beberapa diantaranya rusak tidak bisa dipakai karena tidak terawat. Ada yang atap bambunya yang koyak, ada juga yang papan kayunya patah. Karena itu ada rencana untuk mengganti atap saung dengan genting.
Dengan baju basah kuyup kami pasrah saja berbaring, berlindung dari cuaca panas di jam 11. Semilir angin hangat mengantarkan kami dalam lelap. Hingga satu jam kemudian saya bangun dan membersihkan diri. Rencana selanjutnya adalah naik ke bukit! Melihat pemandangan dari spot yang sama namun dengan kondisi yang berbeda dengan kemarin sore. Berlomba dengan langit biru yang akan semakin mengabu, saya bangunkan mba Jule.
Mba Jo! Ayo jalan-jalan lagi!
Berlarian kesana kemari sambil terus meringsek maju menuju bukit. Mantap sudah. Sebagian kecil Sumbawa sudah terekam dalam otak dan kamera.
Pantai pribadiku!
Namun insiden terjadi ketika turun dari bukit menuju saung tempat barang-barang. Lens caps saya hilang. Sepertinya tersenggol tangan tanpa sadar. Bukan masalah berapa harga kalau beli lagi, tapi teringat petuah yang akan diterima dari orangtua nantinya. Cuma bisa meringis. Mau dicari dengan rekam jejak juga susah dan hampir mustahil karena jarak perjalanan ke bukit dan kondisi trek yang dipenuhi rumput kerdil lucu. Saya ikhlaskan. Lain kali tidak boleh ceroboh. Memang sih, lens cap Nikon sensitif, berada di ujung lensa, tidak seperti Canon yang masuk dalam sisi lensanya.
Lain kejadian, karena berlarian dihujam panas, saya merasa mual dan pusing. Pandangan semakin memutih bagai layar yang kontrasnya dinaikkan ke level tertinggi. Saya hampir tumbang. Karena merasa tidak sanggup, dengan berat hati saya membatalkan puasa. Percayalah, sampai hari inipun masih menyesal.
Semakin siang, air surut sehingga menampakkan sisi pulau yang dangkal berpasir putih luas nan eksotis menampakkan karang-karang cantiknya. |
![]() |
Gugusan pulau Gili Balu. |
Pulau Kenawa hanyalah satu dari delapan pulau di Selat Alas yang merupakan satu bagian gugusan pulau. Gugusan pulau itu dinamai Gili Balu, dalam bahasa Lombok berarti delapan pulau. Gili artinya pulau, balu artinya delapan.
Delapan pulau itu ialah Pulau Kalong, Pulau Namo, Pulau Kenawa, Pulau Mandiki, Pulau Paserang, Pulau Kambing, Pulau Belang, dan Pulau Ular. Semua pulau yang tak berpenghuni tersebut termasuk ke dalam kawasan konservasi.
”Tahun 2008, kawasan Gili Balu dicanangkan sebagai daerah konservasi. Orang yang datang berwisata ke pulau-pulau itu tetap diperbolehkan sepanjang tidak melakukan kegiatan yang merusak kelestarian alam,” kata Arif.
Setiap pengunjung diwajibkan melapor terlebih dulu di Pos Kelautan dan Perikanan Kecamatan Poto Tano, di samping rumah dinas Arif, tepat di depan dermaga. Soal transportasi menuju pulau-pulau itu, wisatawan bisa menyewa perahu nelayan atau kapal cepat milik dinas.
sumber : http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/05/sabana-nan-elok-di-pulau-kenawa
Sehari sebelumnya, mba Jule bertukar nomor hape dengan Pak Cau sewaktu-waktu kami ingin kembali. Namun saking asyiknya sampai lewat tengah hari kami belum menghubungi Pak Cau. Tapi ternayata Pak Cau sendiri sudah berada di Kenawa sejak sekitar jam 8 pagi. Duh pak, maafkan kami ya!
Ketika sedang istirahat setelah naik ke bukit, kami dihampiri seorang bapak bernama Pak Nur. Beliau adalah anggota dewan yang mengurusi pariwisata di daerah ini. Kami banyak bertukar cerita.
Menceritakan rencana awal keinginan untuk singgah di Pulau Moyo menikmati pantai dan air terjun Mata Jitu yang tersohor. Ternyata lusa Pak Nur akan pergi kesana untuk melakukan pengecekan. Kami ditawari untuk pergi bersama. Sungguh tawaran yang membuat mata langsung juling! tapi dengan amat sangat berat hati, kami tidak bisa bergabung karena ada sempitnya ruang waktu. Ada beberapa tempat dan hal yang harus kami lakukan di Lombok.
Sisi lain dari cerita indah dan eksotisnya Kenawa. Kisah para pengelana pendahulu dan pembarunya yang berjalan, berlari, dan melompat diantara gugusan rumput kerdil.
Saya sedih, saya kecewa. Bayangan akan mengunjungi sebuah pulau tak berpenghuni alami nun di pinggir Sumbawa terkikis. Bangunan warung tak permanen dikelola sekedarnya tanpa memperhatikan estetika, pun bangunan toilet yang penataannya kurang enak dipandang mata. Satu lengkung sisi pulau yang dijajari saung dari jauh terlihat apik. Namun lebih dekat, melapuk tak terawat. Apalagi di banyak titik saya menemukan sampah menumpuk berserakan tak tahu diri. Entah siapa pemilik sebenarnya yang tak bertanggung jawab itu. Sampai hati menodai pulau elok ini.
Dengar-dengar, yang begitu itu pengunjung sekitar daerah. Kalau pelancong dari Jakarta, Jawa, dan mancanegara insyaAllah lebih mawas diri akan kebersihan lingkungan. Miris.
Di mana ada bekas api unggun, disitu saya menemukan sampah bungkus snack, botol air mineral, bahkan kardus lengkap dengan serakan gelas-gelasnya. Aduhai para pejalan yang terhormat, bukan saya ini tak pernah buang sampah sembarangan, namun saya benar-benar berusaha tak meninggalkan apapun selain jejak di semua tempat.
Buanglah sampah pada tempatnya. Tunjukkan budi luhur bangsa Indonesia. Kobarkan semangat nasionalisme cinta tanah air tanpa menodainya dengan sampah.
Paling ngekek inget yg bagian, "manjat tebing2 batu yang mudah luruh". How easy i am to ask you climb that hill ^_* #maap #maap
ReplyDeleteGa perlu minta maap sih mba, tapi lain kali mba yang naik ya, ntar aku potoin dari bawah xD
DeleteBagus yah foto-fotonya mbak. Kaya di pulau sendiri. Btw itu kanebo aman digunakan sebagai handuk? Hahahhaa
ReplyDeleteIya kak, alamnya photo-able banget. Kalo mau jadi private island, mainnya pas Ramadhan hehe, tapi pasti exhausted banget, panas! InsyaAllah aman ^^v yg penting jangan lembab aja
DeleteHanya bisa mlongo lihat hasil foto-fotonya. Nice Pict (Sempurna). Awas mbk janagn jungkir balik nanti jatuh dan tak bisa bangkit lagi lho #eh
ReplyDeleteHati" ngeces mas xD
Deletealhamdulillah, terimakasih compliment nya.....semoga teknik fotografi saya bisa makin terus membaik heheh.
Wwkwkkw xD makasih udah mampir loh ya!
Boleh minta no kontak Pak Cau? Thanks
ReplyDeleteInsyaAllah (kalau gak salah, soalnya nyimpan kontak dengan nama 'Perahu' hehe)
Delete+62 819 0928 9163 :)
Sama-sama~
kalau mau datang ke rumahnya langsung bisa. Tanya saja ke orang-orang atau kantor pemerintahan (bangunannya kecil), atau dekat dermaga ke Kenawa mengenai pak Cau. Atau datang ke rumahnya langsung, ciri-cirinya: tembok bata abu-abu di pinggir jalan. Kalau kurang jelas, fotonya saya upload di post yang Paralayang di Desa Mantar.
Bila masih kurang jelas, bisa e-mail ke saya :)