Seri "Puasa di Tanah Saudara" bagian 2
| bagian 1 Bukit Malimbu | bagian 2 Pantai Seger | bagian 3 Tanjung Aan dan Bukit Merese| bagian 4 Bukit Nipah | bagian 5 Gili Air 1 | bagian 6 Gili Air 2 | bagian 7 Pulau Kenawa 1 | bagian 8 Pulau Kenawa 2 | bagian 9 Desa Mantar | bagian 10 Pantai Sekotong dan Mekaki | bagian 11 Taman Narmada |

Minggu, 12 Juni 2016. Setelah shalat subuh, tadarrus, dan tepar (sebentar), jam 7AM kami sudah berada di jalanan. Pikir saya sudah lumayan terlambat, namun pusat kota Mataram masih sepi kala itu. Padahal penginapan kami berada di tengah kota, apalagi hari Minggu. Jam tujuh bagaikan jam enam.
Keluar dari kota Mataram, menyusuri kembali jalanan menuju BIL. Kami akan menuju Lombok Tengah. Sepi sendiri di atas kemulusan jalur bandara membuat saya K.O. (ngantuk T_T), akhirnya mba Jule memegang kendali.
Dalam perjalanan kami melewati kompleks Sade yang merupakan salah satu dusun di desa Rambitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun ini dikenal sebagai dusun yang mempertahankan adat suku Sasak [wikipedia]. Berniat mampir...tapi nanti deh, mantai dulu!
Akses ke pantai Seger tidak susah, berbekal papan petunjuk arah dan sesekali turun untuk bertanya pada penduduk. Ramah kok! Setelah kurang lebih 2 jam, akhirnya kami sampai di pantai Seger.
Satu kata pertama, SEPI.
Padahal hari Minggu, padahal sudah antisipasi merelakan hati untuk berbagi pantai dengan orang lain. Ternyata, Seger beach became my private beach! Yahoo~~
Hanya jejeran saung sepanjang bibir pantai dan beberapa anjing liar yang menemani.
Desir ombak pagi di pantai sepi~ |
Shalat Duha dulu biar keren, biar tetap dijaga Allah, biar rizkinya lancar, amiin! |
Setelah shalat Dhuha, sembari menunggu mba Jule gantian shalat, saya jalan-jalan di sekitaran. Pasit terlihat kotor karena rumput laut yang terbawa ombak, selain itu paling hanya satu dua sampah. Pantai ini menurut saya tergolong bersih.
Sebenarnya ngeri campur bahagia. Tidak ada pengunjung sama sekali, akhirnya komat-kamit berdoa dalam hati semoga dijauhkan dari kejahatan makhluk Allah baik yag di bumi maupun di langit. Ingat terus pesan umik selalu berdzikir, karena marabahaya tidak tahu kapan dan bagaimana datangnya.
Saya 'lepas' dari pengawasan mba Jule, menjejaki bukit, akhirnya 'ber-uwaah uwaaah' sendirian.
"Nid, sana ke bukitnya, ntar saya potoin."
"Oke mba!"
Berjalan terus sambil perlahan menaiki bukit. Pantai Segar sesegar namanya. Saya sudah berjalan cukup jauh hingga sadar mba Jule tak kunjung menyusul. Akhirnya saya turun lagi ke bawah.
Gardu pandang pantai Seger |
Ntah, saya merasa logat beliau seperti logat Melayu ._. |
Ternyata mba Jule sedang bercengkrama dengan seorang ibu penduduk Dusun Sade yang sedang menawarkan kain tenun khas Lombok. Saya sih bukan tipe orang yang cari oleh-oleh. Tapi karena marketing si ibu bagus, saya akhirnya beli begitu juga mba Jule. Katanya sih harganya dijamin lebih murah daripada beli langsung di Dusun Sade, wallahu a'lam.
Setelah beberes barang, kami mulai eksplorasi!
Terlalu pagi untuk mantai, airnya masih surut, ombaknya masih sopan. |
Naikilah sesuatu yang lebih tinggi di pantai, karena akan memberikan pandangan yang berbeda. Akan tersuguhi sudut pandang yang lain. Temukanlah caramu sendiri. Meski bila di antara rongga batu terdengar dengung nyamuk yang menyeramkan.
"Nid naik sana ke batunya, ntar saya potoin."
*muterin batu cari pijakan untuk naik*
"Mba...sesungguhnya ga semudah itu,"
Puas menyusuri pantai Seger dari bawah, kami menuju ke bukit pantai Seger. Sebenarnya sudah tidak sabar dari tadi sih!
Musim hujan yang ditinggalkan, menjadikan bukit tampak sedikit gersang karena rumputnya yang kering kecoklatan.
"Sana Nid naik kesono, saya potoin dari bawah."
Naik-naik ke bukit. Meski hanyabukit tapi tetap ngos-ngosan sampai atas. Udara berebutan masuk ke paru-paru. Harus tetap kalem karena puasa. Meski rasanya juga sedikit oleng karena matahari mulai naik ke atas ubun-ubun.
Ternyata sampai di atas saya tidak melihat mba Jule di bawah. Ya Allah....masa hilang? Orangnya loh udah gede.....
Akhirnya berbekal keyakinan pasti ketemu lagi, saya akhirnya keliling di atas bukit. WOW. Lelah itu berganti dengan kepuasan karena suguhan yang ajiib!
Langit biru laut biru bukit gersang dan pasir cokelat membayar semuanya.
Dari atas bukit pantai Seger, dari setiap mata angin, saya mendapatkan pemandangan yang berbeda-beda. Epic! Tak dapat berkata terlalu banyak...
Jauh kesana laut lepas, sebelah sana perairan dangkal biru muda yang rileks, sebelah sana bukit cokelat, sebelah sana perbukitan hijau. Wah wah! Rasanya ingin menyanyikan lagi Taeyeon - I keras-keras. Tapi ingat, harus menjaga kelembaban tenggorokan agar tidak tumbang.
"Mba, lompat ya, wkwkwk." |
Ready....set....go! |
Melakukan sebuah perjalanan bersama orang lain bukan hanya menentukan musim yang tepat, mengatur pengeluaran, menyusun dan mencocokkan jadwal, tetek bengek yang lain. Namun juga tentang dengan siapa. Dengan kata lain, 'tipikal' seperti apa. Paling enak kalau salah satunya tidak seberapa suka difoto *nyengir*.
Mereka watados banget -_- |
Setelah beberapa lama hanya kami berdua yang menguasai bukit, datanglah segerombolan pasukan berkaki empat dari bawah sana. Kerbau man! Hebatnya, dengan badan sebesar itu, perlahan namun pasti mereka mulai ekspansi menuju puncak bukit. Bahkan mba Jule menemukan kotoran kerbau di titik dengan kemiringan 90 derajat. Kerbaunya mah, ngajak saingan!
Nal ddawara yedeura! Follow mama juseyo xD |
Pemandangan dari salah satu mata angin yang lain. Masih dalam kompleks pantai Seger, entah kalau punya nama lain. Pantai di bagian ini berombak besar. Saya beberapa kali menjumpai bule-bule berseliweran dengan membawa papan selancar.
Manusia itu ya...
saya,
sebelum berangkat sudah pakai sunblock lebih tebal daripada biasanya,
tidak cuma wajah pun dengan tangan,
menyiapkan topi koboi super lebar penangkal sinar,
memasang masker di wajah,
manset ditarik hingga separuh jemari.
bule,
pakaian santai,
ada yang bikini,
berharap kecokelatan pada sinar mentari.
Perbedaan prioritas akan sinar matahari.
Kalau untuk saya, agar objek kelihatan bagus di foto, hehe.
Yang sini ingin menjaga warna kulit tetap seperti sebelum berangkat,
yang sana jauh-jauh datang ke Indonesia untuk menikmati cahaya matahari.
Alhamdulillah 'ala kulli haal.
Sampai titik ini matahari sudah benar-benar tepat di atas kepala. Lelah sudah mulai menggerayangi. Tapi saya tergelitik untuk naik ke bukit itu. Tadinya ketika kehilangan mba Jule(?), saya melihat ada bule yang naik kesana. Dari kejauhan sih sepertinya bisalaah, sepertinya treknya tidak terlalu sulit.
Tidak terlalu tahu, bangunan ini untuk apa, yang jelas...ia berdiri gagah dengan latar belakang langit biru dan saputan awan putih tipis. |
Tak semudah dan seringan yang saya bayangkan. Tak selandai bukit pantai Seger. Beberapa kali nafas sempat hilang (lebay). Akhirnya sampai di atas. And I got blank. Mata berkunang-kunang antara terpesona dan cleng-cleng matahari. Beberapa saat menunggu mba Jule yang katanya mau nyusul ke atas, akhirnya saya bermonolog dengan diri sendiri.
Ini bukit yang kami eksplor sebelumnya. Waktu dipijak sih terasa luaas. Dari sini, kelihatan kecil. Perspektif. |
Deretan saung yang tertata lebih rapi dibanding titik pertama yang kami datangi pagi tadi. Perasaan saya mengatakan, pengunjungnya kayanya bule-bule. Aish laah! Pemandangannya tidak bisa kalem. |
Dari bukit yang tadi saya kemudian turun ke bawah, sekalian cari mba Jule yang--sekali lagi--hilang--yang ternyata naik ke bukit yang sama, hanya berada di bagian bawah, tertutup semak belukar.
Alkisah Putri Mandalika, seorang putri jelita yang menjelma menjadi cacing nyale dan muncul sekali dalam setahun di Pantai Lombok. Siapa sangka cacing nyale yang diperebutkan dan dicari-cari setiap tahun oleh masyarakat Lombok ini adalah jelmaan dari seorang putri yang sangat cantik yang jaman dahulu diperebutkan oleh pangeran-pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok [wikipedia].
Jadi ceritanya sang putri tidak ingin memberikan harapan palsu pada pangeran-pangeran yang memperebutkannya, ia lebih memilih menjadi milik rakyat Lombok, lalu akhirnya dia terjun ke laut dan berubah menjadi cacing. Saya kalau terjun ke laut, bisa berubah jadi Barracuda tidak ya, wkwkw.
Beberapa kali kami disamperin anak-anak lokal yang menawarkan gelang sepuluh ribu dapat tiga. Kadang-kadang maksa sampai diikuti kemanapun, sayangnya saya sedang tidak butuh gelang, jadi ngeles dengan sopan. Adalagi kejadian, saya melihat segerombolan anak yang sedang main di salah satu saung. Awalnya saya tidak mengenali, kemudian saya baru sadar mereka bercengkrama menggunakan bahasa Jawa Timur-an. Weleeeh, jauh-jauh main ke Lombok ketemunya keturunan Jawa lagi! Hehe.
Terimakasih Allah, sudah memberi kami kaki yang kuat dan sehat. Semoga selamanya, amin! |
Arah kamera sejajar dengan mata saya menatap langit. |
Setengah hari eksplor pantai Seger dan bukit-bukitnya menguras tenaga. Saung-saung perdu seakan melambai menawarkan teduhan nyaman beralas bambu. Meski matahari bersinar terik, namun rasa syahdu di bawah atap nyiur kering. Sambil mengumpulkan kembali helaan nafas dan memperbaiki letak sendi setelah berjalan dan berlarian.
Lombok, [16.06.12]
emejing, gak kebayang gmana ribetnya motret foto2 keren itu :)
ReplyDeleteHehehe, alhamdulillah, makasih mas compliment nya :)
Deleteiya ribet dan lelaaaah banget, tapi kebayar sama hasilnya ^^
makasih udah mampir!